Heartbeat (Chapter 21/ Final)



Marik berdiri membeku di ambang pintu sambil menatap mereka berdua dengan kedua tangan mengepal. Alanda hanya terdiam. Sedangkan Harvi segera duduk.


Marik berjalan menuju sisi Harvi yang lainnya dan menampilkan senyum yang sepertinya bukan senyum sungguhan.


Harvi menatap Marik penuh rasa bersalah. "Marik aku.....,"


"Aku sudah tahu itu. Kau tidak perlu menjelaskannya. Hubungan kita memang tidak akan pernah berhasil. Kau hanya menganggapku sahabat dan tidak lebih. Walaupun aku sudah berusaha semampuku dan mengerahkan segalanya, tetap saja kau tidak akan pernah bisa menganggapku kekasihmu," ujarnya dengan senyum paksa. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Harvi melihat Marik menitikkan air mata, walaupun tanpa suara. Hati Harvi mencelos.


"Marik...... maafkan aku. Aku juga sudah berusaha."


"Ya. Ya. Terima kasih sudah berusaha untukku," ujar Marik lirih sambil mengusap pipinya yang basah.


Ia memandang Alanda dan membungkuk meraih tangan kanannya, menyatukan tangan kanan Alanda dengan tangan kanan Harvi.


"Marik.....," ucap Harvi sambil yang wajahnya kini sudah basah.


"Aku ingin kalian berdua bahagia. Alanda, tolong jaga Harvi baik-baik," ujarnya. Alanda terdiam mendunduk. Seperti mimpi saja. Ia merasa sangat lega di dalam hatinya. Tapi apakah ia harus berbahagia di atas penderitaan Marik?


"Dan untukmu, Harvi, jangan khawatir. Kita masih bisa menjadi teman," kata Marik berusaha tegar sambil tersenyum menahan air mata. Harvi langsung menggeret tangan Marik dan memeluknya erat sambil menangis.


"Terima kasih atas perhatianmu selama ini."


"Iya. Sama-sama," Marik segera melepas pelukannya. "Baiklah kalau begitu, aku harus balik ke kampus sekarang. Tadi temanku telepon kalau aku ada jadwal kuliah sore. Sampai jumpa," ujar Marik langsung keluar dari kamar inap.


Ia menutup pintu dan menyandarkan punggungnya di dinding. Di tatapnya lamgit-langit koridor rumah sakit dengan pandangan nanar, hingga tubuhnya jatuh terduduk.


Hatinya benar-benar hancur sekarang. Tapi baginya itu bukanlah sesuatu yang harus disesali. Melihat Harvi bahagia saja baginya sudah cukup, walaupun nanti pada akhirnya ia yang harus merasa sakit hati.


***


Matahari bersinar sangat terik siang ini. Ini adalah hari terakhir Harvi berada di rumah sakit. Anak itu berdiri menatap jendela, memandang panorama kota yang tampak menyejukkan mata, sambil sesekali menatap jam dinding. Sudah jam tiga lebih lima menit.


Ia terlambat. Alanda benar-benar terlambat. Apakah ia sedang ada pekerjaan tambahan di kantor? Harvi berjalan kembali ke tempat tidurnya yang membosankan dan membaringkan tubuhnya. Ia ingin segera pulang. Ia tidak tahan berada di rumah sakit lama-lama. Bau rumah sakit benar-benar membuat nafsu makannya hilang.


Pada saat yang sama, pintu kamar langsung terbuka dengan cepat. Tampak seorang wanita cantik terbelalak melihat Harvi dan menghampirinya dengan cepat.


"Astaga, Harvi! Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu kecelakaan! Kakak hampir pingsan saat Marik memberitahu kakak tadi pagi kalau kamu kecelakaan kemarin lusa! Bagaimama keadaanmu? Apanya yang sakit? Bagaimana lukamu? Aduh! Nanti Mama Papa bisa marah sama kakak kalau mereka tahu kamu kecelakaan!"


Harvi memutar bola matanya. Tanpa menyapa ataupun memberi salam, Angelinn langsung menghambus padanya dan mengomel panjang lebar.


"Tidak usah cemas seperti itu, Kak. Aku sudah sembuh kok. Hari ini aku bisa pulang," balas Harvi.


"Tapi tolong ya jangan bilang apapun sama Mama Papa. Nanti kakak bisa kena semprot!"


Harvi terkekeh. "Tidak akan. Lagipula hanya lecet-lecet sedikit saja kok."


"Lecet sedikit apanya! Lihat, kepalamu saja di perban!" omel Angelinn.


Beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka. Tampak Alanda yang masih memakai pakaian kantor lengkap masuk ke dalam kamar. Angelinn langsung menghampirinya.


"Kau ini bagaimana sih? Bukankah aku sudah katakan padamu untuk menjaga adikku baik-baik?!" omelnya lagi sambil mencubit lengan Alanda hingga ia mengerang kesakitan.


"Aw! Maaf! Maaf! Aku sudah lalai. Ini semua memang salahku!" Alanda berjalan cepat mendekati Harvi, berusaha meminta perlindungan. Harvi tertawa geli melihat tingkah Alanda.


"Sudahlah, Kak! Alanda sudah meminta maaf kan?" bela Harvi sambil turun dari matrasnya. Kakaknya selalu seperti ini kalau Harvi masuk rumah sakit, menyalahkan siapapun yang ada, khawatir kalau sampai ayah dan ibu mereka tahu. Benar-benar menyusahkan. Kenapa juga Marik harus memberitahu kakaknya? Kan jadi begini urusannya.


"Apanya yang sudah?! Kakak tidak mau tahu! Pokoknya kalau sekali lagi adikku lecet sedikit, kau akan berurusan denganku!" omel Angelinn mendekati Harvi.


"Akan ku jamin, Harvi akan selalu ada dalam pandanganku. Karena mulai hari ini Harvi akan tinggal di rumahku. Jadi ia tidak perlu repot-repot menyewa apartemen dan bisa menabung uangnya," kata Alanda sambil memandang Harvi dengan tersenyum dan mencubit hidung Harvi.


Mendengar hal itu membuat Angelinn sedikit lega. "Syukur deh kalau begitu. Harvi, kau mau pulang sekarang?"


"Iya, Kak. Aku sudah tidak betah terperangkap terus-terusan di kamar ini. Rasanya seperti di penjara."


"Baiklah kalau begitu. Aku ikut. Aku ingin tahu dimana letak rumah Alanda, supaya nanti aku bisa mengetahui keadaanmu setiap waktu. Kalian beres-bereslah dulu. Aku tunggu di luar," balas Angelinn sambil menyelonong keluar seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.


"Kakakmu cantik, tapi benar-benar mengerikan," omel Alanda, yang membuat Harvi memukul bahu Alanda dengan gemas.


"Jangan berkata seperti itu. Walau bagaimana pun, dia tetap kakakku."


Pada saat yang sama, mendadak Alanda merangkul tubuh Harvi dari belakang. Walaupun mereka sudah menjadi kekasih, tapi tetap saja Harvi merasa deg-degan sekaligus malu ketika Alanda melakukannya. Namun ia memberanikan diri untuk menyentuh kedua tangan Alanda yang melingkar dipinggangnya.


"Kamu kenapa?" tanya Harvi.


"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memelukmu seperti ini saja. Supaya membuktikan kalau aku tidak bermimpi bisa memilikimu," kata Alanda yang sontak membuat pipi Harvi bersemu. Kepala Alanda bertengger di pundak kanan Harvi.


"Kamu yang sabar ya. Tunggu aku sarjana dulu!" gurau Harvi. Mereka berdua tertawa bersama dengan perasaan yang lepas.



<3 <3 <3 TAMAT <3 <3 <3


Previous Chapter | Baca Cerita Lainnya


Comments

  1. Menyedihkan sesuai judul nya
    Sini babang marik sama dedek ajah
    Hhhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk Marik terlalu baik. Tapi dia ga pengen sakit hati di kemudian hari 😩😭

      Delete
  2. Klo never let you go ada lanjutan nya blm, sih? Aku cari2 ko gk ketemu

    ReplyDelete
  3. Well done......I love it....happy ending but someone fill so sad with other.........but great story

    ReplyDelete
  4. Pas baca di WP, kirain harvi beneran sama marik. Disitu aku kecewa berat serius, ternyata ada lanjutannya heheh

    ReplyDelete
  5. Paling benci ama cinta segitiga kayak gini, tp apa daya hidup adalah pilihan..!! -__-

    Huuuuuft..
    Semangat Mariik :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju bgt gue, mana gue baca ini pas"an lagi denger lagu galau, jadi nangisin Marik:))

      Delete
  6. Kirain ada moment Harvi-Alanda yg manis manis githu, tapi gapapa akhirnya mereka bareng juga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Le' Mineral dong.. Ada manis manisnya..!! 😆😆

      Delete
  7. Mantap


    Happy ending kepada orang yang tepat....

    ReplyDelete
  8. akhirnyaa ma alanda jugaaa
    tapiii semangat mariikk maaf aku bahagia diatas penderitaanmu😭😭🙏

    ReplyDelete
  9. Jujur sedikit rasa kecewa sama harvi..dah punya laki malah maunya sama yg lain huuu༎ຶ‿༎ຶ

    ReplyDelete
  10. Huhuhu, cerita nya matep😭, Tapi sayang kenapa ga trisome aja, biar si marik dapet si alanda juga dapet😭. Jadi si harvi punya 2 seme😭🙏

    ReplyDelete

Post a Comment

Komen yuk, say

Popular posts from this blog

7 Cerita Boyslove Wattpad Terbaik Versi Qaqa Kazu

Generation (Chapter 24/ Final)