Fortune Cookie (Chapter 13)
Shinji melepas rangkulan Ryota ketika gerimis mulai jatuh.
"Cepat kita masuk ke dalam rumah!" Shinji menarik lengan Ryota dan membuka pintu depan.
Begitu di dalam, Ryota agak ragu apakah ia harus masuk.
"Kenapa diam disana? Ayo masuklah!" ajak Shinji.
"Apakah orangtuamu ada dirumah?" tanya Ryota khawatir.
"Tidak. Mereka sedang bekerja. Tidak usah cemas. Lagipula orang tuaku juga tidak ngefans sama kamu!" gurau Ryota sambil tertawa kecil.
Ryota tersenyum simpul sambil melepas kacamata dan topinya lalu berjalan menuju ruang tamu. Ia mendaratkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu.
"Aku lelah sekali." ucap Ryota yang sebenarnya ditujukan kepada Shinji. Tapi Shinji sedang tidak ada di ruang tamu. Mungkin ia ada di dapur.
Terdengar suara gerimis diluar rumah turun semakin deras dan berubah menjadi hujan.
Rasa lelahnya hilang seketika ketika ia memejamkan mata.
Shinji kemana ya?
Ryota berdiri dari sofanya dan berjalan meninggalkan ruangtamu.
"Shinji?" panggil Ryota.
"Ya? Aku disini!" balas Shinji yang suaranya terdengar jauh dibelakang.
Ryota berjalan ke belakang mencari Shinji. Mungkin ia sedang berada didapur.
Tiba-tiba ia mendapat ide jahil.
Ryota berjalan mengendap-endap berjalan menuju dapur.
Begitu hampir sampai, tiba-tiba Ryota menjerit ketakutan ketika sebuah sosok hitam bertopeng putih melompat didepannya.
Tapi kemudian sosok itu tertawa terpingkal-pingkal sambil melepas topeng dan jubah hitamnya.
"Ah! Nggak lucu, tahu?" Ryota memberengut sambil mengelus-elus dada.
"Hahaha! Lucu kok! Lucu banget malahan lihat ekspresimu yang ketakutan!" seru Shinji sambil tertawa.
Ryota tersenyum malu sambil melingkarkan lengan kirinya di leher Shinji dan memberinya sebuah jitakan.
"Aduh! Kenapa aku dipukul!" Shinji mengelus-elus kepala.
"Biarin. Biar kepalamu benjol!" Ryota melepaskan leher Shinji.
Shinji berjalan ke arah kulkas sambil mengeluarkan sebotol besar minuman bersoda.
"Aku lebih suka melihatmu begini daripada memakai topi dan kacamatamu itu." ujar Shinji sambil mengambil sebuah nampan, dua buah gelas, dan dua toples makanan ringan.
"Kamu tahu kan aku tidak bisa keluyuran kalau aku tidak pakai topi dan kacamata?"
"Betul juga sih. Ah! Terserah kamu lah. Eh, tolong bawakan dua toples jajan ini dong. Biar aku bawa minumannya." suruh Shinji.
Ryota hanya menurut dan mengambilnya.
***
Shinji dan Ryota tengah menonton film di depan televisi di ruang keluarga.
Tapi ketika film baru berjalan 35 menit, Ryota merasakan pundak kirinya terasa berat.
Ketika ia menoleh, ia menemukan Shinji yang sudah terlelap dengan kepala yang bersandar dipundaknya.
Ryota menyunggingkan senyum ketika melihat wajah Shinji yang terlihat sangat lugu saat tidur seperti ini. Ryota mengangkat tangan kanannya dan mengusap pelan puncak kepala Shinji.
Ryota tak lagi fokus pada film. Ia memperhatikan wajah Shinji.
Tiba-tiba terlintas dibenak Ryota untuk melakukan sesuatu.
Ryota mendekatkan wajahnya ke arah wajah Shinji, mendekatkan bibirnya ke bibir Shinji dengan perlahan. Hingga akhirnya Ryota berhasil mencium Shinji yang tengah tertidur dipundaknya.
Ia terus menempelkan bibirnya terus tanpa melumat. Saat itu juga, Ryota ingin sekali waktu berhenti. Tapi ia segera menarik kepalanya dan menghentikan ciumannya.
Ryota menggeleng cepat sambil mengurut dahinya.
Apakah sekarang ia sudah gila? Sejak kapan ia menyukai laki-laki? Kenapa ia berani mencium Shinji? Kenapa ia merasa bahagia ketika ia berada di dekat Shinji?
Dan saat itu juga, Ryota baru sadar kalau ternyata dirinya telah jatuh cinta kepada laki-laki disampingnya itu. Ia hanya ingin selalu berada didekatnya. Selalu melihatnya tertawa.
Ryota mengecup puncak kepala Shinji dengan pelan.
Ia tahu ia mungkin harus memberitahu Shinji tentang ini. Tapi hatinya dipenuhi rasa gengsi dan takut. Apakah ia harus memendamnya saja?
***
Shinji dan Kasumi melambaikan tangan ke arah Gamal yang berjalan keluar cafe. Shinji mendesah, menghembuskan napas berat.
"Gimana hubunganmu sama Gamal?" tanya Kasumi.
"Baik-baik saja kok." jawab Shinji sambil mengaduk-aduk lemon tea.
"Terus kamunya gimana?"
"Gimana apanya?" tanya Shinyi balik.
"Perasaanmu sama Gamal." jelas Kasumi.
"Masih belum."
Belum sempat Kasumi menimpali, handphone Shinji berdering.
Ketika ia melirik layar handphone, Shinji tersenyum simpul. Ryota menelponnya. Kemarin Ryota memang sempat meminta nomor handphone Shinji sebelum pulang.
"Halo?" sapa Shinji.
Kasumi sempat bingung melihat perubahan raut wajah Shinji ketika menerima telepon. Siapa yang menelpon hingga membuat wajah Shinji terlihat cerah?
Setelah Shinji menutup percakapan, Kasumi langsung melempar pertanyaan pada Shinji.
"Siapa yang menelpon?"
"Ryota." jawab Shinji yang membuat Kasumi terperanjat.
"Apa?! Ryota?" tanya Kasumi. Shinji mengangguk lalu menyeruput lemon tea.
"Sejak kapan kamu dekat dengan dia? Bagaimana bisa kamu bisa dapat nomor telponnya?"
"Kami sudah dekat sejak lama. Tapi baru kemarin dia minta nomor handphone-ku. Memangnya ada apa?" tanya Shinji. Kasumi menimbang-nimbang sebelum ia bertanya lagi. Ryota meminta nomor handphone Shinji? Sulit dipercaya.
"Apa kamu... suka dengan Ryota?" tanya Kasumi berhati-hati.
"Tidak! Siapa bilang?!" seru Shinji. Tapi sepertinya perkataannya barusan tidak sama dengan apa yang ia rasakan. Apa benar ia menyukai Ryota?
Ah! Tidak mungkin!
"Memang tadi dia bilang apa?"
"Bukan apa-apa. Dia hanya menanyakan kabarku saja."
Kasumi terperangah lagi. Bagaimana mungkin? Apakah jangan-jangan Ryota sendiri yang menyukai Shinji?
"Sebaiknya kamu pikir-pikir lagi apa yang harus kamu lakukan, Shinji."
"Maksud kamu?"
"Kalau kamu memang tidak bisa mencintai Gamal, lebih baik kamu segera mengatakannya langsung. Tidak ada gunanya memberi Gamal harapan jika ternyata kamu hanya menganggapnya sebagai adik."
Shinji terdiam. Benarkah ia harus begitu? Tapi ia tidak punya keberanian cukup. Ia takut Gamal nanti akan dendam padanya.
"Aku tidak tahu. Aku takut dia akan merasa kecewa."
"Justru itu, Shinji. Semakin lama kamu memberinya harapan palsu, Gamal akan semakin kecewa."
Shinji menatap Kasumi.
"Aku rasa kamu harus mengatakan hal yang sebenarnya, Shinji. Secepatnya." Kasumi memegang tangan kanan Shinji.
Shinji menunduk sambil menghela napas lalu mengangguk.
"Baiklah. Aku akan mengatakannya. Tapi bagaimana caranya?"
"Kamu akan tahu caranya kalau kamu sudah siap memberi jawaban." kata Kasumi.
(Bersambung...)
Previous Chapter | Next Chapter
Comments
Post a Comment
Komen yuk, say