Generation (Epilog 01)


 


          Kehidupan bukanlah suatu hal yang bisa kekal di dunia ini. Segala hal yang hidup pasti akan binasa ketika waktunya telah tiba. Untuk itu diperlukan keyakinan dan pedoman yang kuat untuk menjalani hidup  supaya segala sesuatu yang kemungkinan terjadi di masa yang akan datang.


          Hal itu harus kita pupuk mulai dari sekarang supaya tidak perlu ada penyesalan di masa depan jika nanti di masa yang akan datang terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan.


          Masih ingat dengan posisi Mas Agung yang dengan terpaksa membawa Ari yang sedang tidak sadarkan diri kembali ke masa depan? Masa depan yang dulu pernah bersinggungan dengan masa sekarang mungkin sudah tidak akan terjadi lagi. Mungkin saja.


        Kalian tahu, bahwa bukan hanya Ari dan teman-temannya saja yang memiliki 'sesuatu' yang spesial. Ada juga orang lain di luar lingkaran mereka yang ternyata juga memiliki hal serupa. Misalnya saja Salma, gadis kecil yang berasal dari panti asuhan yang diam-diam menyimpan rahasia yang tak pernah ia tunjukkan kepada teman-temannya di yayasan panti asuhan yang ia tinggali. Pun pada siapapun hingga ia akhirnya menyelamatkan Ari dan Tomi yang waktu itu hampir jatuh dan remuk di atas tanah di belakang bangunan panti.


          Kalian tahu? Salma itu hanya satu dari sekian banyak orang spesial yang berada diluar sana.


          Jadi.... Apakah masih ada orang lain yang memiliki 'sesuatu' yang spesial seperti mereka? Apakah mungkin ada teman-teman di sekolah Ari yang mungkin menyembunyikan hal serupa demi mengelak dari kenyataan dan menolak bahwa mereka sebenarnya memiliki sesuatu yang sebenarnya bisa digunakan untuk membantu orang lain?


          Jawabannya adalah mungkin. Mungkin iya, atau mungkin tidak. Mereka masih tak kasat mata seperti tertutupi kabut. Namun ada pasti ada saat dimana kabut itu akan menghilang dan menunjukkan seperti apa mereka sebenarnya.


         "Mas, aku berangkat dulu?" pamit Ari pada Tomi yang masih sibuk berbenah-benah.


          Demi apa?! Ari sekarang memanggil Tomi dengan panggilan 'Mas'? Yah, sudah sekitar enam bulan Ari memanggil Tomi dengan panggilan 'Mas'. Itulah hal yang telah mereka sepakati selepas keduanya pulang dari rumah sakit karena kejadian waktu itu.


          Tomi menoleh sebentar lalu kembali fokus pada aktivitasnya. "Nggak usah pamit. Tunggu aku beresin baju di lemari bentar, biar aku anterin kamu."


          Cowok yang sekarang menjadi pacar Ari itu semakin hari semakin posesif saja. Oh ya,  hari ini Tomi mulai tinggal di rumah Ari. Namun bukan tanpa alasan. Iya pindah ke rumah Ari setelah ayah Tomi dan Hana pulang dari Jepang dua minggu yang lalu. Waktu itu Hana dan Tomi mendesak  ayahnya untuk mengungkapkan siapa sebenarnya Tomi itu.


          Sempat sih terjadi drama-drama gitu, karena saking sayangnya beliau pada Tomi. Ia juga sempat mengelak dan bersikeras bahwa Tomi anaknya. Namun akhirnya ayah Tomi mengakui segalanya. Namun ia meminta Tomi untuk tetap tinggal di sana. Tapi Tomi yang memang memiliki watak yang tak bisa dikekang itu menolak dan berkata bahwa dia harus menjaga Ari.


          Posesif yang keterlaluan. Padahal kan ia masih bisa melindungi Ari tanpa harus serumah dengannya.


          Dan keputusan akhirnya ialah Tomi tinggal bersama ayahnya dan Hana selama dua minggu. Walaupun ayahnya sempat sedih karena kenyataannya beliau tidak memiliki hubungan dara dengan Tomi sama sekali, namun Tomi masih tetap menganggap beliau ayahnya sendiri, karena beliaulah yang membesarkan Tomi hingga sekarang.


          "Nggah usah, Mas. Aku berangkat sendiri aja, soalnya udah ditungguin Titi di kafe. Dia entar pasti ngomel-ngomel kalo aku telat datengnya. Mas kan masih lama beres-beresnya. Ya udah, Mas, aku berangkat!"


          Ari yang hendak melangkah meninggalkan kamar, namun Tomi dengan cepat meraih perut Ari dari belakang dan memeluknya.


          "Kalo sampek kamu berani ninggalin aku, aku bakal mastiin kamu gak bakal bisa tidur nyenyak malem ini," bisik Tomi di telinga kirinya, membuat bulu kuduk Ari berdiri.


          Hey! Demi kerang laut! Ari dan Tomi belum pernah melakukan 'itu'! Bahkan masing-masing belum pernah melihat 'kepunyaan' pasangannya. Walaupun udah cukup yakin sih keduanya pasti pernah menyaksikan video yang begitu. Namun Ari masih sangat polos dengan segala bentuk perbuatannya yang terkadang kekanakan.


          Sedangkan Tomi.... Yah, dia akui kalau dirinya sering menonton video gituan. Apalagi yang pemain cewek Jepang. Tapi entah, semenjak kenal Ari, sepertinya memperhatikan cowok itu dari dekat saja terasa jauh lebih menarik dan jauh bikin nafsu dari pada video-video Jepang itu.


          Apalagi saat bersentuhan dan memeluk Ari dari belakang seperti saat ini. Tomi berusaha menahan nafsunya. Ia tidak ingin menyakiti Ari.


          Lagipula ia kurang berkompeten dalam ilmu pengetahuan sex antar orang yang sama-sama memiliki tongkat di selangkangan. Cuma ia pernah dengar bahwa sex yang seperti itu mengharuskan salah satu yang berperan jadi 'yang ditindih' merelakan lubang belakangnya.


          Tentu saja dia kaget saat tahu hal itu. Mana mungkin ia berani melakukan itu pada Ari. Pasti itu akan menyakiti Ari.


          Ari langsung melepas ikatan tangan Tomi di perutnya saat ia merasakan sesuatu yang keras di selangkangan Tomi secara tidak sengaja menyenggol pantatnya.


          Kedua alis Ari bertautan."Dasar otak mesum!"


          Tomi malah tersenyum memancing sambil menggigit bibir bawahya sendiri. Dia paling gemas kalo bisa menggoda Ari seperti ini.


          "Lah, mesum apanya? Emangnya kata-kataku barusan kedengarannya mesum banget ya? Aku kan cuma bilang kalo aku bakal bikin kamu nggak bakal bisa tidur nyenyak malam ini. Emang kamu tahu aku bakalan ngelakuin apa sama kamu?"


          Shit! 


          Ari mati kutu. Dalam sekejap ia menunduk malu menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Ini salah paham. Salah Tomi sendiri yang memancingnya dengan ucapan yang bermakna ambigu. Dasar!


          "Hahaha! Nah, kalah, kan? Ya udah, duduk manis dulu di sini. Pokoknya aku yang nganterin. Apa susahnya sih nurut sama pacar sendiri? Lagian juga bentar lagi selesai. Kalo mau lebih cepet selesainya, bantuin." Tomi kembali memunguti pakaiannya dari dalam koper.


          Ari cuma merengut. Ia sudah mengira kalau Tomi pasti jadi pihak yang paling mendominasi dalam hubungan mereka. Dominasi dalam segala hal!


          Tapi Ari juga tidak bisa berkutik. Karena kalau sampai ia tidak menuruti Tomi dan pergi keluar sendirian, bisa dipastikan keduanya akan ribut. Dua-duanya keras kepala. Tapi setelah ribut, dalam waktu singkat mereka pasti kembali berhubungan seperti biasanya.


          Karena Ari hari ini tidak punya mood untuk ribut dengan Tomi, ia memilih untuk menyerah saja. Toh maksud Tomi juga baik, menemani Ari keluar, menjaganya, melindunginya. Walaupun di sisi lain Tomi memiliki tingkat posesivitas dan kecemburuan yang hebat dan abnormal padanya, tapi Ari suka hal itu. Ia tak perlu khawatir jika ada orang lain yang berusaha mendekati dan menggoda pacarnya.


          Malahan dia khawatir pada orang yang berusaha pedekate dengan dirinya sendiri. Cemburunya Tomi itu loh! Lebih greget dari apapun. Dan cemburu itu adalah ungkapan lain dari rasa sayang, bukan?


          Setelah termenung selama sekian puluh detik, akhrinya Ari menghampiri Tomi untuk membantu memasukkan pakaian ke dalam lemari.


          Tomi menoleh saat mendapati pacarnya itu mengambil beberapa kaos dari koper lalu melipatnya kembali. Senyumnya mengembang. Ari selalu tampak menawan di matanya. Apalagi sekarang, saat dia sedang fokus melipati kaos.


          Tangan Tomi terulur, mengusap-usap rambut Ari yang sebenarnya sudah di buat gaya duri landak. "Nah, gitu dong. Belajar jadi istri yang baik buat suaminya."


          Ari langsung menepis tangan Tomi dengan kasar. "Cunguk! Sekali lagi kamu ngomong kayak gitu, jangan salahin aku kalo... kalo....," Duh! Ari tidak punya akal buat menggertak.


          "Kalo- apa? Emang kamu mau apa? Orang kamu emang cocok banget jadi istri, tau nggak? Hahahaha!" Tomi kembali terpingkal. Ari makin geram. Ini tidak bisa dibiarkan.


          "Jangan nyalahin aku kalo sampek ada orang lain nggantiin posisi kamu disini!" Ucap Ari pada akhirnya sambil menepuk-nepuk dada kirinya dengan penuh kemenangan.


          Tentu saja raut muka Tomi mendadak pucat. Ia tahu kalau pacarnya itu tengah bercanda. Tapi candaan seperti itu membuat Tomi cemburu berat saat itu juga. Bagaimana mungkin cowok tengil bernama lengkap Arinanda Djapri itu dengan santainya membuat statement yang jelas-jelas bakal membuat tingkat ke-posesif-an Tomi makin melambung tinggi?


          Tomi berusaha menahan diri untuk tidak terbawa perkataan cowok tengil itu. Dengan santainya, dia melanjutkan aktivitasnya kembali. "Coba aja! Emangnya ada ya orang yang mau sama kamu? Udah pendek, wajah imut kayak cewek. Yang ada malah cewek-cewek bakal nganggep kamu kayak saingannya mereka, tau?"


         Njir! Tomi memberikan respon diluar dugaan. Memang sih dia tidak mungkin melakukan hal yang diucapkannya tadi. Tapi respon Tomi yang terdengar meremehkan itu membuatnya makin terbakar.


          Ari langsung berdiri sambil berkacak pinggang. "Oke, fine! Kamu sendiri yang pengen bukti!"

        Ia mengambil langkah lebar lalu keluar dari kamar Tomi sambil mengumpat.


          "Hei! Hei! Aku kan cuma bercanda... Sayang! Sayang, tunggu!" Tomi percuma mengatakan itu. Ari sudah pergi dari kamarnya. Tak berselang lama, suara motor yang baru dinyalakan terdengar dari garasi.


          "Sial!" umpat Tomi sambil melempar sepotong pakaian yang sedang dipegangnya lalu berlari cepat menghampiri Ari yang tengah kesal karena candaannya.


          Lihat saja! Cara Ari mengekspresikan rasa kesalnya saja sudah sebelas-dua belas sama cewek. Apakah salah jika Tomi memiliki anggapan bahwa Ari cocok menjadi istri untuk dirinya?


* * *



          




          Sesekali Titi tampak melirik ponselnya yang tergeletak di samping cangkir kopi susu yang telah dipesannya sejak sekitar setengah jam yang lalu. Dia sudah menunggu Ari untuk sekedar hang-out biasa sih.


           Di depannya sudah ada seorang cewek cantik berambut panjang bergelombang yang menemani Titi dengan tidak sabar.


          Kalau kalian kira dia Juli, kalian salah. Cewek itu bukan Juli, yah walaupun biasanya si Juli senang sekali mengekori Titi untuk sekedar hang-out atau fan-girling malu-maluin sama couple-couple cowok straight di tempat umum dengan alasan 'minta foto bareng buat tugas jurnalistik sekolah'.


          Ya keleus! Emang ada ya majalah sekolah yang isinya nunjukkin anggota jurnalistik yang berfoto ria sama orang asing? Titi saja bahkan bukan anggota jurnalistik majalah sekolah.


          Pembohongan publik!!!


          Kembali lagi pada cewek cantik yang duduk di depan Titi. Di depan cewek itu sudah ada kamera digital yang siap untuk memotet. Tapi emang siapa yang mau dia potret? Dan siapa sih sebenarnya nih cewek?


          "Tit, kamu yakin Ari bakal datang kesini sama Tomi?" tanya cewek itu.


          Tunggu dulu! Tahan dulu! Kayaknya dari pertanyaannya, muncul suatu image samar-samar yang identik sama Titi deh.


          "Sisil! Percaya deh sama aku! Tomi itu cowok yang over-pretective banget. Dia nggak bakal ngijinin si Ari keluar sendirian. Pipis di toilet aja ditemenin kok. Sayangnya kita udah beda sekolah pas SMA. Coba aja dulu abis lulus SMP kamu daftar ke sekolahku. Urgh! Cowoknya pada ganteng-ganteng, Sil! Banyak banget cowok straight yang bikin fanservice di sana sampek-sampek aku bikin daftar couple khusus buat nyatet cowok-cowok yang punya bakat buat jadi belok. Udah, kita tunggu aja. Aku jamin kamu bakal mimisan tujuh hari tujuh malam kalo ngeliat real couple lagi ngelakuin fanservice di depan mata kamu secara LIVE!!"


          Jawaban Titi sudah gamblang dan menunjukkan siapa sebenarnya cewek itu.


           Tuh mereka udah dateng!" Titi menunjuk kearah pintu masuk. Di sana tampak Ari dan Tomi yang berjalan ke arah meja mereka setelah si Ari menepis genggaman tangan Tomi lalu melambaikan tangan pada Titi.


          Belum juga apa-apa, Sisil sudah menahan jerit di tempatnya sambil menutupi pipi. Namun dari jauh, Titi bisa melihat lirikan pedas Ari pada cowoknya sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berlari kecil meninggalkan Tomi di belakang.


          "Sorry, ya Ti, lama. Soalnya si cunguk ngebet pengen nganterin. Udah dibilangin kalo aku bisa ke sini sendiri tapi dia tetep ngeyel."


          "Siapa yang kamu panggil 'cunguk'? Dasar kuntet!" balas Tomi yang kini sudah berdiri tepat dibelakang Ari sambil mengapit leher Ari lembut dengan tangan kirinya.


          Dalam kondisi yang masih marah bin jengkel pada Tomi, Ari menyikirkan lengan Tomi dari lehernya dengan kasar. "Nggak usah pegang-pegang!"


          Ari dengan cepat mengambil tempat duduk di samping Sisil. "Oh iya, kamu temennya Titi ya? Kenalin, aku Ari. Temen sekelasnya Titi." Ari mengulurkan tangannya dan tersenyum hangat pada Sisil. Ekspresinya berubah seratus delapan puluh derajat saat berhadapan dengan pacarnya sendiri.


          "Aku Sisil. Temen SMP-nya Titi." Balas Sisil. Tomi mendengus kesal melihat Ari yang kelihatannya bersungguh-sungguh dengan ucapannya waktu di rumah tadi. Tapi Tomi cuma bisa diam saja. Bisa berabe urusannya kalau dia kehilangan kesabaran lalu melakukan sesuatu yang nanti bisa membuat Ari semakin emosi padanya.


          Sesaat kemudian, suasana agak senyap di antara mereka berempat. Titi dan Sisil memandang Tomi, menunggunya untuk sekedar mengucap salam ataupun mengambil langkah duluan untuk berkenalan dengan teman SMP Titi itu. Tapi yang dipandang malah sibuk memelototi Ari yang kini membuka-buka halaman di buku menu.


          Titi sebenarnya hendak menggunakan kekuatan pikirannya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di antara dua cowok itu. Tapi dia buru-buru mengurungkan niatnya. Dua-duanya sudah tahu betul kalau Titi berusaha membaca pikiran mereka, pasti ada sesuatu yang terasa agak pening di kepala secara mendadak. Dan jika itu terjadi saat mereka berada di dekat Titi, bisa dipastikan cewek itulah tersangkanya.


          Karena bingung harus ngapain, akhirnya Titi dengan canggung memperkenalkan Tomi dan Sisil. Belum juga lanjut dengan basa-basi di antara keduanya, Ari langsung menginterupsi dan berusaha mengambil perhatian si Sisil.


          "Eh, minuman yang ini enak nggak? Atau yang ini? Menurut kamu yang mana?"


          Melihat sikap Ari yang seolah-olah SKSD alias 'sok kenal sok dekat' pada Sisil itu membuatnya yakin kalau ada yabng tidak beres. Mungkin kedua cowok itu sedang marahan.


         Anyway, baik Ari dan Tomi sama-sama belum tahu kalo Sisil itu sebenarnya satu spesies dengan Titi. Rencananya sih si Sisil cuma mau menyaksikan pasangan cowok-cowok yang selalu dibicarakan Titi lewat telepon itu secara langsung. Lagian hari gini nonton cowok dan cewek bermesraan?


          Please! Bukannya seru, malah bisa-bisa bikin baper, woy!


          Karena sudah tidak tahan, dan sepertinya Titi sudah cukup cermat menganalisis situasi, Tomi memberi kode pada Titi supaya Sisil mau pindah tempat dengan Tomi. Titi cuma bisa mengangguk paham. Cewek ini memang selalu bisa diandalkan sejak dulu.


          Setelah memikirkan siasat, akhirnya Titi pun mulai beraksi. Dia mengambil ponselnya dari atas meja lalu membuka salah satu situs official boyband asal negeri ginseng. Di sana dia menemukan foto dari beberapa personil boyband tersebut yang tengah melakukan adegan cium pipi.


          "Eh, Sil! Coba liat sini! Aku pastiin kamu bakalan kaget kalo liat ini!" seru Titi histeris.


          "Hm? Apaan sih Ti?"


          "Sini-sini! Coba liat! Ya ampuuuun! Bikin gemess!!"


          Sisil pun akhirnya beranjak dari kursinya lalu berdiri di samping Titi untuk melihat apa yang sebenarnya ingin Titi tunjukkan padanya. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Tomi langsung paham.


          Dengan cepat, dia pindah tempat dan duduk di tempat Sisil. "Aku boleh pindah sini? Biar pas. Aku sama Ari, kamu sama Titi."


          "Oh, nggak masalah kok, Kak. Santai aja!" Sisil langsung duduk cantik sambil sibuk menenggelamkan diri bersama Titi untuk melihat-lihat layar ponsel Titi yang sekarang sudah tempampang gambar-gambar yang tidak bisa dipahami oleh cewek biasa.


          Melihat Tomi yang duduk di sampingnya membuat Ari kesal. Ia memanggil salah seorang waiter untuk memesan. Sedangkan Tomi cuma meminta pesanan yang sama dengan Ari.


          Setelah waiter itu pergi, Ari cuma bisa diam sambil bertopang dagu. Tomi menggeser kursinya mendekat, namun Ari melah menjauh. Tomi mendekat lagi, Ari menjauh lagi. Begitu seterusnya hingga Ari sudah tidak bisa menjauh lagi karena posisinya sudah berada di ujung meja.


          "Nggak usah deket-deket!"


          Tomi menghela napas sambil tersenyum. "Kamu masih marah?"


          Ari enggan menjawab. Dia memilih bungkam dari pada harus menanggapi ucapan cowok yang duduk di sampingnya itu. Sedangkan di sisi lain, alih-alih memperhatikan layar ponsel, Titi dan Sisil diam-diam menyaksikan pertengkaran kecil Ari dan Tomi.


          "Ya udah, aku minta maaf kalo candaanku tadi agak keterlaluan." Ucap Tomi pada akhirnya sambil mencubit-cubit sebelah pipi Ari dengan lembut.


          Yang dicubit malah menepis tangan si pencubit dengan kasar. "Apaan sih? Nggak usah pegang-pegang!"


          "Masak pacar sendiri nggak boleh megang sih? Sini, sini! Cubit lagi."


          Ari melotot ganas. Volume suara Tomi saat mengucapkan serentetan kata barusan bisa dibilang sangat cukup jelas untuk di dengar oleh cewek-cewek yang duduk di depan mereka. Terutama si Sisil.


          Di sisi lain, Titi dan Sisil sudah menjerit-jerit dalam hati. Terutama Sisil yang panas dingin karena melihat hal seperti ini di depan matanya untuk pertama kali. Namun kedua cewek itu berjuang untuk menahan jeritan mereka di tenggorokan.


          Ari menepuk kepala Tomi saat cowok itu hendak mencubiti pipinya lagi. "Jangan macem-macem! Ini tempat umum! Kalo diliat orang lain gimana?"


          "Sampek kamu mau maafin aku, aku nggak bakal berhenti godain kamu, walaupun ini tempat umum. Aku nggak peduli. Malahan aku bisa kasih tahu ke semua orang yang ada di sini kalo kamu tuh cuma milik aku!"


          Ari mendengus sambil berusaha menepisi kedua tangan Tomi yang hendak menyerang pipinya. Dengan sigap, Ari meraupkan kedua tangannya pada wajah Tomi dan mendorongnya. Hal itu membuat Tomi terpingkal dan berhenti menyerang Ari.


          "Aku kan tadi cuma bercanda. Aku ngaku deh aku yang salah. Kamu mau aku ngapain biar kamu bisa maafin aku?" tanya Tomi setelah tawanya berhenti.


          Ari menoleh memandang wajah rupawan Tomi yang sedang tersenyum sambil memirikan kepala. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya ia bukan semuanya salah Tomi. Cowok itu cuma pengen nemenin Ari saja. Kalo tadi Ari menurut pasti kejadiannya bakalan lain.


          Karena ini kesempatan bagus untuk mengerjai Tomi balik, akhirnya selintas ide pun muncul di kepala Ari. Ia tersenyum licik setelahnya.


          "Aku punya satu syarat buat kamu."


          "Apa syaratnya? Apa?"


           Ari senyum-senyum sendiri membayangkan jika Tomi melakukan syarat yang akan dia ajukan ini.


          "Kamu ngajak aku nonton selama tiga hari berturut-turut, dan saat itu kamu juga mesti ngerubah wajah kamu jadi.... tiga artis cowok cakep Indonesia." Ujarnya sambil berbisik supaya Sisil tidak mendengarnya. Kalau Titi sudah pasti bisa mendengar bisikan Ari dengan jelas.


          Tomi mengernyit. "Kalo soal nonton sih soal gampang. Tapi kalo yang ngerubah wajah.... buat apa coba? Emang aku kurang cakep di mata kamu?"


          Demi apa?! Ari itu selalu memandang Tomi sebagai cowok paling tampan di dunia ini, tidak bisa dibandingkan dengan artis atau model manapun. Tapi kan beda ceritanya kalau bisa jalan dengan artis KW. Biar bisa pamer sama orang lain gitu. Membayangkannya saja sudah membuat Ari girang.


           "Turuti permintaanku atau permintaan maaf kamu aku tolak! Pilih yang mana? Atau jangan-jangan, kamu takut ya?" tantang Ari.


           "DEAL!" balas Tomi tanpa berpikir panjang. Ia paling tidak suka diremehkan orang lain, apalagi pacarnya sendiri.


          Ari bertepuk kecil sambil sumringah. Sebenarnya bukan cuma itu saja. Ari sudah merencanakan hal-hal jahil yang lainnya saat waktunya datang nanti.


          "Jadi aku sudah dimaafin kan?" tanya Tomi sambil mengalungkan sebelah tangannya di atas pundak Ari. Ari cuma mengangguk santai.


           Sesaat kemudian, Tomi mengapit badan Ari dengan kedua lengannya dengan sangat erat sambil menempelkan pipi satu sama lain. Ari meronta-ronta kesakitan karena pelukan Tomi yang terlalu erat dan sulit membuatnya bernapas. Sedangkan Titi dan Sisil terkikik di tempat mereka. Dan secara diam-diam, kedua cowok itu tidak tahu kalau sejak tadi Sisil sudah memotret mereka puluhan kali. Hasil fotonya tentu saja untuk koleksi. Dia senang tak ketulungan.


          "Bago! Sesak tau!" omel Ari setelah berhasil melepaskan diri dari Tomi. Yang diomeli cuma bisa tersenyum geli. Lihat sekarang, Tomi sudah mulai murah senyum semenjak menjalin hubungan dengan Ari.


          Tapi dia tidak tahu kalau Ari sudah menyusun rencana yang sempurna untuknya. Cowok tengil itu tertawa jahat di dalam hati. TUNGGU TANGGAL MAINNYA!


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Hello? 

Ada yang masih mampir ke sini?


Ini bukan sekuel loh. Cuma bonus epilog aja. Aku nggak nyaranin kalian buat nunggu kok. Nanti kalo kelanjutannya udah release pasti muncul notif.

Oke, aku mau terbang ke bengkel dulu. See ya!


Previous Chapter| Epilogue 02

Comments

  1. SUMPAHHH KA KAZUU 😭😭 setelah sekian abad cerita ini ada sequelnya. Maaap tpi terharu banget, aku baca cerita ini pas sma skrg udh kerja 😭😭

    ReplyDelete

Post a Comment

Komen yuk, say

Popular posts from this blog

7 Cerita Boyslove Wattpad Terbaik Versi Qaqa Kazu

Generation (Chapter 24/ Final)

Heartbeat (Chapter 21/ Final)