Generation (Epilog 02)
Seperti janjinya kemarin, hari ini Tomi harus mengajak Ari nonton. Namun masalahnya bukan nontonnya itu, tapi Tomi musti merubah penampilannya menjadi artis Indonesia dengan kemampuan transformasi. Tentu saja hal itu bisa mengundang perhatiannya orang banyak. Tapi kan tujuan Ari memberi syarat semacam itu juga karena dia ingin pamer dan menjadi pusat perhatian. Tomi tidak habis pikir dengan pacarnya itu. Apakah menurut Ari, Tomi kurang ganteng? Kurang tinggi? Menurutnya, dirinya sudah memenuhi kriteria suami idaman kok.
Tapi biarlah. Toh ini juga untuk menyenangkan Ari. Apapun akan dilakukannya asalkan mereka berdua tetap bisa pergi bersama.
Sore ini, Tomi dan Ari pulang bersama naik angkutan umum. Hari ini adalah pertama kalinya alias perdana bagi meraka berdua untuk berangkat dan pulang sekolah naik angkutan umum. Sebenarnya bisa saja sih mereka berdua naik motor milik Tomi. Tapi Ari kadang merasa kurang terlalu nyaman untuk duduk di boncengan motor milik Tomi. Motornya itu loh, model joknya miring ke depan, dan setiap di bonceng, pantat Ari selalu merusut ke depan. Apalagi kalo Tomi nge-rem mendadak. Jangan tanya apa yang bakalan terjadi.
Tomi sesekali memandangi Ari yang duduk di dekat kaca. Sumpah! Tomi takkan pernah merasa puas memandangi cowok yang sekarang sudah mengisi penuh hatinya itu. Sampai kapan pun ia tidak akan melepaskan cowok itu. Bahkan jika sampai ada orang yang berniat merebut Ari darinya, baik itu cewek ataupun cowok, Tomi rela melakukan apapun asal Ari tetap tinggal di sampingnya.
Namun sepertinya akhir-akhir ini Tomi sulit sekali untuk bisa menguasai cowok itu. Ari jadi mirip seperti lalat yang sulit ditangkap tanpa perangkap. Padahal dulu-dulu, cowok itu hampir selalu menurut dengan kemauan Tomi.
Beberapa waktu lalu Ari juga sempat jalan-jalan bertiga sama Titi dan Juli ke pusat perbelanjaan tanpa ijin dulu pada Tomi. Padahal itu cuma hal yang biasa, tapi menurut Tomi itu benar-benar menyebalkan karena Ari tidak memberinya kabar sama sekali saat itu. Dan benar saja, Tomi langsung memarahi Ari habis-habisan sampai cowok itu menangis.
Dan pada akhirnya Tomi langsung melunak begitu melihat air mata pacarnya. Dia sesungguhnya tidak ada niatan sama sekali untuk membuat Ari sedih. Dia cuma ingin Ari tahu bahwa dirinya cemas setengah mati jika pacarnya itu tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Dan mereka pun berhubungan seperti biasa setelah itu. Kejadian seperti itu tidak hanya sekali-dua kali. Namun sudah berkali-kali. Tomi juga sih yang over-protective dan sulit menahan emosi, Ari juga salah, minta ijin ke pacar dulu kek kalau mau ke tempat yang bisa membuatnya lupa untuk membuka ponsel. Dan hubungan mereka malah semakin lengket dengan masalah-masalah yang terjadi di antara keduanya.
Namun sekarang sikap Ari yang serasa tengah berusaha mendominasinya itu harus segera diberi tindakan. Ari harus tahu kalau dalam hubungan ini, Tomi haruslah menjadi pihak dominan dalam segala hal.
"Mas, jangan ngeliatin aku kayak gitu ah! Malu-maluin!" Ari menggunggah Tomi dari lamunan kecilnya. Ari sudah sering diperlakukan seperti itu oleh Tomi, dipandangi tanpa henti seakan-akan Ari seperti hendak melakukan sesuatu yang tak boleh dilewatkan dan harus disaksikan. Tapi Ari masih merasa kurang nyaman. Bukannya dia benci diperhatikan oleh orang lain. Dia suka kok diperhatikan orang lain. Buktinya kemarin Ari mengajukan syarat kepada Tomi sedemikian rupa supaya dia mendapatkan perhatian dari orang banyak.
Namun ini kasusnya beda. Yang memandanginya itu Tomi, pacarnya sendiri. Tatapan Tomi yang tajam ditambah mukanya yang ganteng membuat Ari susah bernapas. Tubuhnya bakal panas dingin. Ari masih belum terbiasa dan belum bisa menyesuaikan diri. Walaupun di sisi lain, hal semacam ini membuat Ari merasa menjadi orang yang paling spesial di mata Tomi dan membuatnya terbang ke awan. Tetap saja ia kurang nyaman, dan biasanya ia akan melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatian Tomi ke hal lain.
Tomi menaikkan kedua alisnya. Cowok itu bukannya memandangi Ari tanpa alasan sih. Selain itu adalah salah satu hobinya, dia juga sedang mencari cara bagaimana membuat pacarnya itu bisa kembali menurut seperti dulu.
Namun tak ada satupun ide yang bersarang ke pikirannya. Tidak! Ia harus menyusun rencana. Pokoknya harus sebelum semuanya jadi makin keterusan dan nantinya ia bakalan sulit mengingkat Ari. Jadi sekarang, mau tidak mau, Tomi harus berpikir sekeras mungkin untuk itu.
* * *
"Anak mama kok udah ganteng gini? Mau kemana sih?" Mama Ari tiba-tiba datang dari arah ruang belakang dan duduk di sebelah Ari. Beliau agak terkagum melihat anak kandung semata wayangnya yang kini tengah duduk di ruang tamu dengan pakaian yang sangat pas dan keren, serta gaya rambut yang di bikin agak klimis, namun bagian depannya tertata ke atas dan menggembang. Rambut Ari tidak begitu panjang jadi cuma gaya-gaya rambut tertentu saja yang bisa diaplikasikan ke rambutnya.
"Mau nonton, Ma. Mama mau ikut?" ajak Ari dengan lugunya. Lihatlah betapa berbedanya Ari dengan anak-anak jaman sekarang. Ia bahkan mau mengajak mamanya sendiri untuk nonton di bioskop. Sedangkan anak-anak cowok jaman sekarang pasti ogah mengajak ibu atau ayahnya untuk pergi nonton. Mereka berpendapat bahwa hal seperti itu bikin malu. Namun Ari memiliki pendapat lain. Mengajak orang tua sendiri untuk sekedar jalan atau nonton itu hal yang lumrah. Itu bisa membangun komunikasi antara orang tua dan anak bukan? Dan untuk apa malu? Semestinya mereka malu jika jalan sama om-om atau tante-tante, lebih malu lagi jika jalan sendirian. Horor!
Mama Ari cuma menggeleng sambil mengelus ubun-ubun anaknya itu lalu menoel pipi kirinya dengan manja. Kemudian mengelusnya lagi. Mau bagaimana pun, Ari tetaplah bayi bagi Mamanya. Mau masih balita ataupun sudah besar nanti, beliau yakin jika Ari akan tetap membutuhkannya.
"Mau nonton sama Tomi? Nggak usah lah. Mama di rumah aja. Lagian ini juga baru jam setengah tujuh. Bentar lagi sinetron favorit Mama mulai."
Kadang biasanya Ari bakal menemani ibunya nonton tv jam segini. Tapi malam ini Ari ada acara sama Tomi, jadi terpaksa Ari harus meninggalkan mamanya sendirian di rumah.
"Mama nggak apa-apa kan kalau aku tinggal?" tanya Ari.
"Nggak masalah kok. Kamu juga udah mulai gede, udah saatnya kamu belajar jadi remaja-remaja yang lain." balas mamanya.
Dada Ari terasa sesak sekaligus haru mendengar ucapan mamanya. Selama ini mereka cuma hidup berdua dan berjuang untuk terus menghadapi dunia bersama-sama. Ari juga sadar kalau semakin lama, mamanya pasti juga akan semakin tua, hingga akhirnya nanti gantian Ari yang merawat dan melindungi mamanya.
Ari terisak kecil lalu merangkul mamanya. "Mama sehat terus ya! Maafin Ari kalo Ari pernah nakal dan nggak nurut sama Mama."
Mama Ari balas memeluk anak kesayangannya sambil mengecup keningnya. "Asalkan bisa ngeliat kamu bahagia tiap hari, mama pasti bakal sehat terus kok, sayang."
Bohong! Mamanya tidak mungkin bisa sehat terus sampai seribu tahun. Mamanya cuma ingin menenangkan Ari dengan kata-kata manis yang belum tentu bakal terjadi di waktu yang akan datang. Tapi yang namanya kehidupan, rantai hidup dan mati pasti akan terus terdaur sepanjang waktu. Hanya saja Ari masih belum siap. Ia ingin menikmati kebersamaan dengan mamanya untuk waktu yang lama.
Tak lama, Mama Ari melepas pelukannya lalu menghapus jejak air mata Ari. "Udah, udah. Nggak perlu nangis. Jangan cengeng gini dong. Masak anak mama cengeng sih? Udah, udah."
Ari mencoba tersenyum sambil membalas ucapan mamanya dengan tawa hambar. Mamanya adalah mama paling sempurna di dunia.
Pada saat yang sama, seseorang dari arah kamar Tomi. Ari terbelalak melihat orang itu sambil tersenyum geli. Bahkan mama Ari sampai menahan napas melihatnya.
Kini di depan mereka sudah muncul seorang artis Indonesia. Dan dia adalah Tomi yang merubah wujudnya dengan tranformasi menjadi sosok....
....
....
....
....
....
RIZKI NAZAR!
Dan Tomi benar-benar tampak seratus persen meyakinkan dengan gaya rambut yang sama dan pakaian yang cocok banget. Stylish dan fashionable dalam satu paket.
Mama Ari sempat tergagap saat Tomi bertubuh Rizki Nazar itu sambil melotot tak percaya. Sudah berdiri seorang aktor ganteng di depan mata.
Namun Ari segera mengambil tindakan sebelum mamanya menyalah artikan kekeliruan ini lebih jauh. "Ma, ini Tomi, Ma. Bukan Rizki Nazar yang asli. Aku yang minta dia buat ngerubah penampilannya jadi kayak gini."
Di sisi lain, mamanya masih belum bisa menahan keterkejutannya. Seseorang yang sekarang berdiri di hadapan beliau kini sungguh-sungguh serupa dengan Rizki Nazar yang asli, tak ada cela sedikit pun. "Ka-kamu beneran Tomi? Ya ampun!!"
Ari pun langsung mendekat lalu bergelayut mesra di lengan kanan Tomi. Ari senang sekali. Ia jadi pikir-pikir, kenapa tidak dari dulu saja ia meminta Tomi mengubah penampilannya menjadi artis. Jadi Justin Timberlake, atau Troye Sivan, bisa juga atlit sepak bola gitu. Namun bagi Ari mereka semua masih kalah sama Tomi. Kalah jauh. Tomi punya nilai plus lebih banyak dari mereka semua, sedangkan orang-rang terkenal itu cuma punya kelebihan di keahlian akting dan olahraga.
"Gimana, Ma? Udah mirip belum sama Rizki Nazar?" tanya Tomi pada mama Ari. Sudah sejak lama Tomi mulai terbiasa memanggil nama mama Ari dengan panggilan 'mama', bukan 'tante'. Toh Mama Ari juga sudah mengijinkan dan merestui hubungan mereka. Memanggil mama Ari dengan panggilan yang terdengar akrab bisa membuat hubungannya dengan beliau bisa makin dekat karena Tomi juga sudah menganggap beliau sebagai orang tuanya sendiri.
"Mirip banget! Ih, nggak ada bedanya sama Rizki Nazar yang asli! Suaranya juga persis banget! Bikin mama pangling!" respon beliau.
Yang dipuji cuma garuk-garuk tengkuk sambil tersenyum kecil. Di samping mengubah bentuk fisik luarnya, Tomi juga sempat mengubah pita suaranya, menyesuaikan dengan jenis suara yang dimiliki oleh Rizki Nazar yang asli.
Tomi itu memang sosok pacar yang luar biasa bagi Ari. Dia memiliki banyak kelebihan lain di samping wajah yang asli ganteng dan tubuh tinggi tegap.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Tomi pada Ari yang sedang mengusap-usapkan wajahnya di pundak kanan Tomi dengan manja. Karena tidak mendapat respon, Tomi mendorong kasar kening Ari dengan jari telunjuknya.
"Aw! Kasar banget sih?!" omel Ari.
"Dari penampilan, aku memang udah mirip sama artis yang kamu senengin itu. Tapi kalo dari kelakuan, mending nggak usah ngarep terlalu banyak!"
Ari langsung cemberut. Sikap Tomi masih seperti biasa, tidak berubah menjadi Rizki Nazar. Tapi biarlah. Ari suka Tomi yang apa adanya dan tidak dibuat-buat.
"Gimana? Mau berangkat sekarang apa besok?" tanya Tomi ketus.
Ari pun jadi ingat sesuatu. Ia langsung mengeluarkan ponselnya. "Kita selfie dulu yuk! Yuk, Ma. Mama juga mesti ikutan. Nanti biar aku upload ke Instagram," ajak Ari.
"Emang harus ya selfie segala?" tanya Tomi ogah-ogahan. Dia malas sekali jika harus berfoto selfie. Bahkan Tomi sendiri tidak memiliki akun Istagram, adanya cuma Facebook saja, selebihnya itu yang ada di ponselnya sendiri cuma aplikasi instant-messaging.
"Ya wajib lah. Kapan lagi bisa foto sama artis? Jarang-jarang kan?" balas Ari sambil membuka aplikasi kamera depan dengan bersemangat. Mama Ari sekarang juga sudah bersiap untuk berselfie ria.
"Kan aku bisa kapan aja ngerubah penampilan aku, sayang. Ah! Kamu ini!" protes Tomi tidak mau kalah.
"Emang sih kamu bisa ngelakuin itu kapan aja, dimana aja. Tapi kan kalo ngerubah gaya berpakaian kan kamu paling males orangnya. Ini juga kalo bukan karena kesepakatan kita, kamu pasti nggak bakal mau!"
Tomi mati kutu. Semua yang barusan dikatakan pacarnya itu memang benar. Tomi paling malas berdandan ala-ala cowok jaman sekarang. Ia lebih suka pakai baju yang nyaman, casual, serta satu lagi... SERBA HITAM! Memangnya kamu mau kemana, Tom? Melayat?
Ari emang pandai memainkan lidah. Good job!
Cowok itu langsung menyuruh Rizki Nazar KW super untuk berdiri di tengah-tengah. Ari yang memegang ponsel mengambil posisi paling kiri supaya semuanya terlihat jelas di hasil foto mereka nanti.
"Siap? Satu.... Dua.... Ti-ga!"
JEPRET!
Setelah beberapa kali mengambil foto dan menunjukkannya pada mereka, Ari langsung membagikan fotonya di Instagram. Dalam hatinya dia merasakan kesenangan yang luar biasa.
Tunggu nanti di bioskop ya, sayang. Masih ada banyak kejutan buat kamu.. HAHAHA!!, ucapnya dalam hati
-
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
-
Mumumu! Seribu ciuman buat Ari dan Tomi!
Satu pesan buat Ari
, tolong jangan terlalu berlebihan ya nanti pas ngejahilin Tomi. Soalnya kalau dia lagi marah, kamu pasti mewek lagi. Hahahaha!
Previous Epilogue| Next Epilogue
Comments
Post a Comment
Komen yuk, say