Generation (Chapter 16)



Langit di Kabupaten Tulungagung sedikit demi sedikit mulai mencerah seiring berputarnya jarum jam yang menunjukkan waktu hampir pukul lima pagi.

Ari dengan masih memakai piyama abu-abunya sudah bangun lebih dulu daripada penghuni lainnya di rumah sejak tiga puluh menit yang lalu. Kebiasaan bangun pagi-pagi buta sepertinya tidak akan bisa ia lepaskan dari habits list-nya.

Ini hari pertama yang menenangkan setelah kemarin begitu banyak kejadian diluar dugaan yang begitu menguras tenaga dan pikirannya.

Apalagi kebenaran mengenai sosok Nicholas yang sesungguhnya. Ia bahkan sampai sekarang masih belum bisa mempercayai semua itu, seakan-akan itu semua hanyalah mimpi buruk yang ia alami semalaman. Jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa kasihan pada Nicholas yang sekarang berada di penjara ruang dan waktu yang diciptakan oleh Mas Agung dari masa depan. Ia pernah menjadi teman dekat Nicholas. Bahkan mungkin bisa dibilang hampir lebih dari teman, karena mereka berdua sempat menjalin hubungan tanpa status.

Namun ia juga tidak ingin lengah. Ia yakin Nicholas pasti punya alasan tersendiri kenapa ia mau menjadi kaki tangan penjahat-penjahat yang berniat membunuh Ari itu.

Ia hanya butuh penjelasan dan kebenaran dari mulut Nicholas sendiri, walaupun kemarin ia sempat mengunjungi cowok itu sebentar dan ia tidak mengatakan satu patah kata pun pada Ari.

Ari ingin bertemu dengan Nicholas lagi untuk meminta penjelasan. Tapi Mas Agung masih tidur. Ari merasa tidak enak hati jika memaksa dia bangun hanya untuk menemui Nicholas.

Ya sudah, nanti saja. Toh sebentar lagi para penghuni rumah juga bakal bangun.

Sekarang Ari tengah duduk di ruang tamu dan memilih untuk membuka sosmed lewat ponsel miliknya. Sebenarnya ia ingin balik ke kamar lagi lalu berbaring manja dipelukan Tomi.

Tapi nahas, pas bangun tadi ia mendapati Tomi tengah terkena serangan fajar yang membuat Ari memutuskan untuk menghindar, karena ia sendiri juga terkena serangan fajar. Ia memilih untuk mengutamakan keselamatannya.

Dengan mata yang sudah seratus persen melek, Ari membuka-buka akun Facebook miliknya, memperhatikan status-status para penghuni dunia maya yang kebanyakan ditulis pada hari kemarin, sambil merasakan keheningan pagi yang terasa damai dan sedikit dingin.

"Udah bangun, Ri?" suara seseorang dari arah tangga membuatnya terkejut. Ari menoleh dengan cepat.

"Mas Agung?! Huh, bikin kaget aja!" gerutunya lalu menggumam tak jelas dengan muka cemberut, lalu kembali fokus ke layar ponselnya.

"Hehehe, sori. Abisnya aku nggak pernah tahu kebiasanmu bangun pagi," balas Mas Agung yang sekarang sudah berdiri di depan Ari sambil berkacak pinggang dan menguap lebar.

"Bau, Mas!! Sonoh, ke kamar mandi, seenggaknya sikat gigi dulu kek. Sana sanah!" usir Ari sambil mendorong-dorong Mas Agung. Yang diusir cuma terkekeh kecil berjalan ke belakang sambil menggaruki ubun-ubunnya sendiri.

Ari sebetulnya pengen Mas Agung mengantarnya menemui Nicholas sekarang, tapi biarlah Mas Agung mempersiapkan dirinya dulu.

Setelah mendapatkan ketenangannya kembali, cowok itu kembali memperhatikan beranda Facebooknya.

Hingga tanpa sengaja, ia melihat sebuah status dari akun Facebook milik Nicholas. Ia baru ingat kalau mereka berdua sudah berteman di Facebook.

Ari memicingkan matanya, mencoba mencerna status yang ditulis Nicholas kemarin pagi itu.

.

Aku rela-relain nyari pinjeman motor ke temen demi njemput dia. Harus belajar jadi cowok baik buat ngedapetin hatinya!

37 Suka . 0 Komentar

__

Status sedehana ini berhasil membuat hati Ari mencelos. Atau jangan-jangan Nicholas sungguh-sungguh dengan perasaannya pada Ari? Entahlah.

Ia memutuskan untuk membuka profil cowok itu dan membaca status-status sebelumnya, siapa tahu ada informasi penting yang bisa ia dapatkan.

.

Stress.
Under pressure

43 Suka . 3 Komentar

_______

Tuhan, aku ga bisa nyiksa diri terus. Aku sayang sama mereka.. Beri aku jalan keluar, Tuhan... T_T

67 Suka . 11 Komentar

_______

BRENGSEK KALIAN!!!

64 Suka . 30 Komentar

_______

Membaca status yang terakhir itu membuat Ari yakin kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan Nicholas. Mungkin ini ada hubungannya dengan penjahat-penjahat itu.

Pas mau baca status bawahnya lagi, mendadak ada seseorang yang mendorong kepala Ari dari belakang dengan pelan.

'Mas Agung nyebelin banget sih, orang lagi enak-enaknya baca status Nicholas juga!', batin Ari mendumel lalu dengan malas ia memutar bahunya sedikit sambil menoleh seratus delapan puluh derajat ke belakang.

Napasnya tercekat. Dengan cepat, ia menekan tombol kunci layar. "To-Tomi? Kok kamu udah bangun?"

Rasa takut akan Tomi yang mungkin sempat melihat layar ponselnya membuat Ari tergagap. Apalagi raut wajah Tomi menunjukkan ekspresi datar yang menyebalkan.

Cowok yang berdiri di belakang Ari dengan kaos hitam tanpa lengan itu menguap lebar lalu menggaruki ubun-ubunnya sendiri. Kedua kelopak matanya masih kelihatan mengantuk.

Oke, Tomi masih saja beraura dingin seperti itu setiap saat walaupun status mereka berdua sudah dalam tahap pacaran, tapi Ari tetap saja takut jika cowok itu memergokinya.

"Kenapa kamu nggak ngebangunin aku, sih?" omelnya sambil menguap, lalu melompat dari belakang sofa dengan mudahnya dan duduk di samping kanan Ari. Sontak, Ari pun langsung memasukkan ponselnya ke saku celana dengan agak tergesa.

"Eumm... Nggak apa-apa kok. Aku cuma gak pengen ngganggu kamu aja," jawab Ari gugup sambil menyandarkan kepalanya di dada kiri Tomi. Tomi balas melingkarkan lengan kirinya di pundak Ari sambil mengecup puncak kepala anak itu.

Walaupun Tomi baru saja bangun tidur, tapi cowok itu tidak beraroma kasur. Dan Ari sangat suka berlindung di pelukan Tomi. Ini adalah tempat paling nyaman kedua setelah pelukan ibunya.

Tapi sekarang ia merasa deg-degan. Ada sesuatu di dalam pikirannya yang harus ia katakan pada Tomi sekarang.

"Tom."

Tomi tidak merespon.

"Tomi."

Tomi tak juga merespon walaupun tangan kirinya masih membelai kepala Ari, membuat Ari jengkel lalu menghela napas panjang.

"Beib," panggil Ari dengan nada mesra.

"Ada apa, Beib?" respon Tomi. Ari memutar bola matanya. Tomi kalau sudah begini maunya macem-macem. Tapi Ari berusaha untuk membiasakannya.

"Um... Boleh nggak aku.... eum.... itu.... anu.... eum....."

"Kamu pengen apa? Jangan minta macem-macem loh. Kita kan masih dibawah umur."

Pletak!!

Tomi sukses mendapatkan jitakan dari Ari tepat di ubun-ubunnya. Ari menjauhkan dirinya dari Tomi.

"Aw! Kenapa kamu mukul aku sih?

"Lagian kamu mikirnya aneh-aneh."

"Terus kamu maunya apa? Kamu juga ngomongnya pake am eum am eum anu itu anu itu."

Ari mendesah berat sambil memejamkan mata lalu membukanya kembali. "Aku pengen ketemu sama Nicholas sekali lagi."

Tomi menatam Ari tajam. Ari sudah menduga hal itu. Mungkin kalau tatapan Tomi memiliki wujud, pasti seluruh tubuh Ari sudah terkoyak saat ini juga.

"Mau apa kamu ketemu sama cowok itu?"

Jantung Ari berdebar. Ia menelan ludah setelah membasahi bibirnya. Setelah memantapkan hati, ia pun menjelaskan maksud dan tujuannya untuk menemui Nicholas.

* * *


Mobil itu seperti tidak memiliki penumpang sama sekali. Di dalamnya memang ada orang, tapi mereka hanya terdiam menyerupai manekin, kecuali Tomi yang masih bergerak menyetir roda kemudi.

Sedangkan Ari duduk di samping Tomi dengan tatapan kosong ke luar kaca mobil, dan Nicholas yang duduk di belakang sambil menunduk.

Ya, Ari dan Mas Agung memutuskan untuk membebaskan Nicholas. Karena hari ini cowok itu sudah mau meminta maaf dan menjelaskan perbuatannya.

Sesungguhnya, Nicholas tidak mau menjadi kaki tangan para penjahat itu. Namun pada saat itu dia diancam kalau panti asuhan yang ia tempati akan dihancurkan oleh para penjahat itu. Jadi mau tidak mau dia harus mengikuti perintah mereka untuk menjadi umpan.

Dan tentang perasaannya pada Ari, ternyata itu tidak sungguh-sungguh. Itu semua hanya akting belaka untuk lebih mendekati Ari. Bahkan ia juga tidak memiliki kemampuan spesial apapun.

Ia berbohong mengenai kemampuan levitasi-nya. Ari baru sadar akan hal itu mengingat Nicholas memang tidak pernah menunjukkan kemampuannya pada orang lain. Semuanya hanya kebohongan pahit yang dibuat Nicholas demi mengamankan semua sanak saudaranya di panti asuhan.

Ari rasa itu hal yang cukup beralasan. Cowok itu tidak punya pilihan lain. Tapi tentu saja para penjahat itu tidak mau membunuh Ari secara langsung.

Ari akan berusaha membantu cowok itu. Ia meyakinkan Nicholas bahwa ia, Tomi, serta yang lainnya akan berusaha mencegah penjahat-penjahat itu agar tidak menyentuh bangunan panti sedikit pun. Maka dari itu saat ini Mas Agung dari masa depan berada di sana untuk mengamankan segalanya. Sementara Ari senior berada di rumah sakit untuk menemui Mas Agung dari masa sekarang dan mencoba menyembuhkannya. Ia ingin merubah total semua hal di masa sekarang sebelum semuanya terlambat.

Dan Tomi....

Awalnya ia marah besar saat Ari bercerita bahwa ia ingin menemui Nicholas tadi pagi. Walaupun Ari tidak mendapat ijin dari pacarnya itu, Ari tetap nekat untuk menemui Nicholas berdua saja dengan Mas Agung.

Dan setelah Tomi tahu kalau Nicholas ternyata tidak sungguh-sungguh menyukai Ari, amarah cowok itu agak sedikit terurai, namun ia masih ngambek meskipun Ari sudah meminta maaf berulang kali.

Ari tidak mau ambil pusing. Terlalu banyak masalah yang ia pikirkan sekarang. Biarlah Tomi ngambek. Ia ingin cowoknya belajar untuk bersikap dewasa sedikit.

Sesampainya di sekolah, Ari langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju kelasnya. Sedangkan Nicholas mengekor di belakangnya dengan tampang merasa bersalah yang sama seperti tadi. Sementara Tomi masih memarkirkan mobilnya.

Ari melambatkan langkah kakinya, berusaha menyejajari langkah lemah Nicholas. "Nggak usah canggung kayak gitu, Nic. Kita masih teman kok."

Nicholas menatap Ari sendu sambil tersenyum tipis. Mungkin ia masih merasa tidak enak dengan Ari.

"Aku nggak tau gimana caranya berterimakasih sama kamu, Ri."

Mendengarnya membuat Ari tersenyum lebar. Ia melingkarkan lengan kirinya di leher Nicholas dengan santai. "Nggak usah dipikirin. Intinya panti asuhan tempat kamu dibesarkan akan tetap aman. Dan kita berdua masih bisa berteman seperti biasa."

Pada saat yang sama mendadak, seseorang melepas paksa lengan Ari dari tubuh Nicholas dan berjalan di antara mereka berdua, memberikan jarak antara Ari dan Nicholas.

"Jangan berani-beraninya kamu deketin Ari," desis Tomi mengancam. Nicholas agak menjauh sambil menunduk. Ari memutar bola matanya dengan malas.

"Dia nggak bakalan ngedeketin aku, Tomi. Kita kan cuman temen. Jangan mikir gitu ah!"

Tomi melirik Nicholas sambil tertawa menyindir. "Temen? Emang ada ya temen yang nyoba buat nusuk kamu dari belakang? Emang ada ya temen yang berusaha mancing temennya sendiri buat dibunuh sama penjahat? Temen macam apa itu? Hah?"

Nicholas makin memperdalam tundukan kepalanya. Ari merasa tidak tahan dengan ucapan Tomi.

"Nicholas pantas untuk dapet kesempatan kedua! Dan kamu....! Kalo nggak suka liat aku temenan sama Nicholas, pergi aja. Nggak usah temuin aku lagi!" Ari menggandeng tangan kanan Nicholas dengan gesit lalu mengambil langkah cepat menuju kelasnya.

Tomi mengernyitkan alis. "Ari! Ri! Tunggu!" panggil Tomi. Tapi anak itu dan Nicholas sudah masuk ke kelasnya.

Ia jadi bingung sendiri.

Memangnya salah ya kalau ia berjuang untuk mempertahankan hubungannya sama Ari dengan cara mencegah orang lain untuk dekat-dekat dengan Ari?

Memangnya salah ya kalau Tomi berusaha membuat Ari menjauhi orang yang di masa lalu hampir membunuhnya dengan pistol?

Tomi menggeram.

Ia tidak tahan jika pacarnya sendiri memperlakukannya seperti musuh begini. Tapi ia bisa apa selain meminta maaf?

Dan satu lagi...

Tomi sangat amat alergi mengucapkan kata maaf.

* * *


Jam istirahat yang seharusnya menyenangkan mendadak berubah jadi membosankan sekarang. Ari ingin ke kantin, tapi ia lupa membawa dompetnya. Lagipula hari ini Titi membawa banyak jajanan dari rumahnya yang kemarin barusan syukuran karena keponakannya ulang tahun.

Jadi akhirnya Ari memutuskan untuk berada di kelas saja bersama Nicholas, Titi, dan Juli. Bercanda, tertawa, ngobrol sana-sini membahas bermacam-macam topik yang sedang hot.

Dari masalah LGBT, kebiasaan Titi dan Juli yang suka dengan hal-hal berbau gay, memasang-masangkan cowok dengan cowok, sampai masalah politik (?) yang sebenernya sangat tidak nyambung dan bukan kapabilitas-nya pelajar SMA untuk membicarakan masalah perpolitikan.

Ari mencomot kue nagasari dari dalam kantong plastik dan membuka bungkus daun pisangnya. Ia menggigit kue itu lalu mengunyahnya perlahan saat mereka berempat sedang membicarakan masalah penyanyi dangdut Indonesia yang menghina Pancasila di acara reality show.

"Ganti topik, deh! Ganti topik! Masak topiknya nggak berbobot kayak gini?" tukas Nicholas sambil menikmati pisang goreng. Cowok itu sekarang sudah bisa bersikap lebih wajar. Dan Ari bersyukur dengan hal itu.

"Yeee... kamu nyadar sih kalo masalah ini tuh penting banget. Sebagai calon generasi masa depan, kan kita musti hafal dong sama Pancasila. Dan masalah ini tuh jadi contoh buruk buat anak-anak Indonesia! Iya nggak, Jul?" balas Titi dengan mulut yang penuh dengan kue apem.

"Iya... iyaaa... tapi itu telen dulu keleus! Nggak sopan, tau nggak," timpal Juli sambil mengibaskan tangan kanannya. Yang ditegur malah mengerutkan hidung.

"Eh, Ri. Kok kamu diem aja sih dari tadi?" Titi menyadari kalau Ari jarang sekali menimpali obrolan mereka berempat.

"Iya nih! Ari nggak seru. Mentang-mentang punya masalah sama Kak Tomi, terus sekarang kita-kita jadi kena imbasnya," tambah Juli.

Mereka berdua sudah tahu hubungan Ari dengan Tomi. Salahkan Nicholas yang tadi keceplosan bicara, membuat dua gadis penggemar boyxboy itu histeris dan akhirnya mengorek informasi dari Nicholas sampai ampas-ampasnya.

Tapi Ari tidak mempedulikan Titi dan Juli.

"Ri? Kamu marah ya sama kita berdua gara-gara kepoin hubungan kamu?" tanya Titi.

"Sori deh, Ri. Kita nggak punya maksud buat bikin kamu bete. Ya udah deh gini aja. Gimana kalo kita berdua bantu kamu buat memperbaiki hubungan kamu sama Kak Tomi? Gimana?" tanya Juli.

"Ide bagus tuh! Gimana, Ri?" tambah Titi.

Namun Ari masih tetap mengunyah kue nagasari miliknya dengan gerakan yang makin lama makin lambat.

Semakin lambat dan semakin lambat.

Titi dan Juli saling berpandangan, memastikan kalau tidak hanya satu orang di antara mereka saja yang menyadari ada hal yang aneh.

Apalagi tempo suara riuh di dalam dan di luar kelas juga semakin melambat.

Jantung Titi serasa bedebar kencang, sementara Juli menempelkan kedua tangannya di pundak Titi dengan gemetar.

"A-apa yang... ini ada apa? Astaga!!" pekik Titi. Sedangkan Juli merengek-rengek ketakutan.

Beberapa detik kemudian, semuanya berhenti sempurna.

Ari, Nicholas, teman-teman satu kelas, bahkan suara angin pun tidak ada. Semuanya hampa.

"Ya ampuuuun, Tiii... Ini ada apaa??" rengek Juli sambil menggoyang-goyangkan bahu Titi.

"Aku nggak tau, Jul.." dengan penasaran, Titi berdiri dari kursinya, hendak berjalan keluar. Siapa tahu ini cuma kerjaan anak-anak satu kelas atau apa.

"Mau kemana, Tii... aku takuuut!!" keluh Juli.

"Kita keluar kelas. Siapa tahu ini cuma kerjaan temen-temen," balas Titi. Juli mengangguk patuh.

Dengan segera, mereka berdua berlari keluar kelas dengan cepat, melewat beberapa anak yang sedang berdiri di ambang pintu.

Dan betapa kagetnya mereka begitu mengetahui kalau semuanya berhenti bergerak. Anak-anak dari kelas lain, guru-guru yang tampak sedang berjalan melintasi teras kelas, bahkan tukang sapu yang berhenti dari kegiatannya.

"A-apa.... Oh Tuhaaan!!" pekik Juli. Ia mencubit pipinya keras-keras. "Awh!! Sakitt!! Ini bukan mimpi burukk!!"

"Tenang, Jul. Jangan panik dulu!" ujar Titi menenangkan Juli yang gemetaran, takut setengah mati.

Hingga detik berikutnya, sebuah suara terdengar.

"Titi! Juli!" panggil seseorang dari dalam kelas mereka, membuat Titi dan Juli terlonjak. Mereka berdua berbalik cepat dan menemukan sosok Ari berpakaian bebas rapi sedang melambai pada mereka. Namun di sisi kirinya ada si ketua OSIS, Mas Agung, yang memakai pakaian biru-biru khas rumah sakit, juga seorang pria tua berkacamata.

Titi menahan napasnya. Kenapa semuanya berhenti bergerak, sementata mereka berlima masih bisa? Juli yang sudah tidak kuasa menahan rasa takutnya pun akhirnya jatuh pingsan, dan untungnya tubuh Juli berhasil di tangkap Titi.

.

.

(Bersambung....)


Previous Chapter| Next Chapter 

Comments

Popular posts from this blog

7 Cerita Boyslove Wattpad Terbaik Versi Qaqa Kazu

Generation (Chapter 24/ Final)

Heartbeat (Chapter 21/ Final)