Generation (Chapter 21)



Matahari mulai meredup di ujung barat, membuat langit menampakkan lembayung senjanya yang begitu sendu bagi pada penghuni panti asuhan saat ini. Mereka semua berduka cita, terutama bagi orang-orang yang kenal dengan Ari.

Mama Ari duduk di teras panti sambil dengan tatapan menerawang ke langit selatan yang mengguratkan warna jingga di sisi barat dan biru tua di sisi yang lainnya. Ia hidup, tapi jiwanya mati. Tak ada harapan lagi sekarang. Tak ada lagi semangat hidup yang ia miliki saat mengetahui bahwa anak semata wayang yang sangat dicintainya meninggalkannya begitu saja karena menggunakan kekuatannya dua kali di atas batas maksimum.

Dulu saat pertama kali Ari sekarat, masih ada Ari masa depan yang menyembuhkannya, namun sekarang....

Semuanya nampak kabur di mata mama Ari, seperti halusinasi kejam yang datang tiba-tiba lalu memutus rantai kesadaran yang ia miliki.

Sekarang ia tidak ingin diganggu. Ia ingin menyendiri saja. Bahkan melihat jasad Ari saja dia tak mampu, tak memiliki keberanian yang cukup untuk melihat kenyataan yang sudah jelas-jelas terjadi di depan matanya. Mama Ari lebih memilih untuk menunggu di luar sambil berdoa dengan penuh harap bahwa ini semua hanya mimpi buruk belaka dan dia akan segera terjaga. Namun hal itu tak kunjung terjadi.

Di sekanya air mata di pipi yangdeep-hypnosis k pernah berhenti untuk jatuh. Psikisnya terguncang hebat. Terlalu hebat sampai-sampai ia tak sanggup untuk menangis dan meraung seperti Tomi. Bibirnya mengatup erat dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki setelah menerima guncangan mental yang kuat.

Matanya terpejam. Bahkan kegelapan di balik gelapnya kelopak mata saja dapat berubah seperti layar besar yang memberikan gambaran kenangan saat ia merawat Ari sejak masih bayi hingga ia sudah hampir mendekati dewasa.

Dan sekarang takdir berkata lain. Ari meninggalkannya lebih dulu, meninggalkan sang mama sendirian di dunia ini dengan teganya.

Beberapa saat kemudian, dengan mata sembab Titi muncul dari dalam rumah setelah meninggalkan Tomi berdua dengan tubuh kaku Ari di kamar. Gadis itu menghampiri mama Ari yang tengah melamun lama dan menyendiri di kursi teras seperti orang yang kewarasannya hancur. Dan itu bukan melebih-lebihkan, kewarasan mama Ari memang telah hancur sekarang.

Titi mengambil tempat kosong dan duduk secara perlahan di samping mama Ari sambil mengusap-usap punggungnya, mencoba memberi ketenangan batin supaya mama Ari dapat mengikhlaskan kepergian anak kandungnya.

"Pergilah, Nak. Tinggalin tante sendiri di sini," suara mama Ari terdengar begitu dingin dan rapuh. Titi serasa ingin menangis lagi. Tapi ia tak sanggup melakukannya. Jika ia menangis di depan mama Ari, sama saja ia menambah kesedihan yang dirasakan oleh wanita itu.

Gadis berjilbab itu menunduk sambil menghela napas yang tadi sempat ia tahan lalu berdiri dari tempatnya. Titi memutuskan untuk masuk ke ruang tamu dan duduk di sofa, namun ia masih ingin memperhatikan mama Ari, takut kalau wanita itu berbuat sesuatu yang tidak-tidak.

Di ruang tamu ada banyak sekali orang, termasuk Juli yang sejak tiba di sini tadi langsung menangis tanpa henti. Yang lain juga sedang berduka.

Titi tadi sudah memberitahu Om Raju, Mas Agung, Kak Geraldine dan Kak Hana mengenai apa yang mereka lakukan pada ketiga penjahat itu. Titi melakukan super deep-hypnosis pada mereka semua dan melakukan manipulasi ingatan, dengan menghapus total ingatan yang sebelumnya dan mengganti dengan ingatan baru yang diciptakan sendiri olehnya.

Namun semuanya terlambat. Sangat amat terlambat. Walaupun perjuangannya bersama Juli membuahkan hasil yang positif dan mengamankan segala situasi buruk yang terjadi selama ini, namun tujuan utama mereka tak tercapai, yaitu mengubah masa depan supaya di antara tidak ada yang mati terbunuh oleh penjahat yang memburu Ari. Justru mereka berdua menganggap bahwa misi yang diamanahkan oleh Ari masa depan kepada mereka telah gagal.

Baru saja duduk di ruang tamu, Titi merasa atmosfir kesenduan di sana terlalu menekan. Ia tak sanggup dan memutuskan untuk beranjak dari tempatnya, menuju ke dapur. Gadis itu mengambil sebuah gelas kaca dan menuangkan air mineral dari teko plastik. Diteguknya air itu dengan tergesa-gesa.

Setelah selesai, tiba-tiba seorang gadis kecil dengan kening di perban mau mendekatinya. Dia pasti gadis yang menolong Tomi dan Ari tadi. Om Raju telah menceritakan kejadian itu padanya bahwa gadis ini memiliki kemampuan unik yaitu memanipulasi medan gravitasi. Bahkan Om Raju juga bercerita kalau gadis kecil ini begitu gigih mengeluarkan seluruh kemampuannya sampai terjorok ke belakang beberapa kali dan kepalanya menghantam batang pohon.

Gadis kecil ini....

Walaupun ia masih kecil, sekitar umur sepuluh dan tak memiliki orang tua kandung, namun dia memiliki kemuliaan hati dan pikiran yang semestinya dimiliki oleh orang yang berusia jauh di atasnya. Kini secara terpaksa, Titi harus menampilkan senyum di wajahnya di depan anak ini.

"Hai, kamu yang udah bantu Kak Ari dan Kak Tomi tadi kan? Kakak berterimakasih banyak ya. Kamu emang jagoan!" ujarnya sambil mengelus-elus puncak kepala gadis kecil itu.

Yang dielus tampak tersenyum polos lalu mengulurkan tangan kanannya pada Titi. "Nama aku Salma, Kak. Nama kakak siapa?"

Alis Titi terangkat saat mendengarnya. Ia langsung menyambut uluran tangan gadis kecil bernama Salma itu. "Nama kakak Titi. Salam kenal ya, Salma."

Setelah berjabat tangan, mendadak raut wajah polos Salma berubah. Kepalanya menduduki lalu suara is akan kecil mulai terdengar.

Tentu saja Titi jadi bingung. Ia segera berjongkok. "Salma kok nangis sih? Ada apa?"

"Salma.... Salma minta maaf, Kak. Salma enggak bisa nolongin... nolongin Kak Ari," tuturnya di antara isak tangis. Hati Titi mencelos, ikut merasakan kepedihan yang hadir di benak Salma. Namun saat ini dia harus bersikap lebih tegar, apalagi di depannya sekarang ada anak di bawah umur yang masih terlalu hijau.

"Hei, jangan sedih. Ini semua bukan salah Salma loh. Kak Ari tuh lebih disayang sama Tuhan, jadi Tuhan manggil Kak Ari lebih cepet. Entar kalo kamu nangis gini Kak Ari yang udah berada di atas sana bisa sedih loh. Sekarang kamu musti senyum. Jangan nangis yah, sayang?" bujuk Titi sambil merangkul Salma beberapa saat hingga tangisannya berhenti.

Salma tampak mengusap-usap pipinya sendiri lalu mencoba tersenyum. Memang, anak kecil selalu lebih mudah memunculkan dengan cepat senyum manis yang tulus setelah bersedih, berbeda dengan orang dewasa yang terkadang di dalam senyumnya masih tampak guratan perasaan yang lain.

"Kak, apa boleh minta sama Tuhan buat ngembaliin Kak Ari?" tanyanya lugu. Titi, lagi-lagi secara terpaksa, terkekeh pelan menanggapi celotehan polos Salma.

"Kok Salma ngomong gitu sih? Mana bisa. Orang yang udah dipanggil sama Tuhan itu nggak boleh kembali lagi. Mereka pasti lebih bahagia berada di sisi Tuhan, Salma," jelas Titi. "Lagipula orang yang udah dipanggil Tuhan itu udah pasti nggak bisa dibikin hidup lagi pake cara apapun. Kita yang udah ditinggal duluan harus bisa ikhlas nerima semuanya."

Bohong. Bahkan Titi pun masih belum bisa memupuk rasa ikhlasnya sama sekali atas kepergian Ari.

"Tapi gimana kalo itu bisa terjadi, Kak? Kata ibu guru di sekolah, nggak ada yang mustahil kalo kita berusaha selagi kita masih mampu. Tapi kalo emang usaha kita tidak berhasil, itu bukan berarti kita gagal. Cuma cara kita berusaha kurang tepat, Kak. Jadi pasti ada cara buat ngembaliin Kak Ari sama kita. Salma pengen Kak Ari buka mata, Salma pengen ngobrol sama dia, Kak, dan bilang kalo semua orang masih butuh dia, termasuk mamanya Kak Ari bengong terus di teras dari tadi."

Pukulan keras menghantam benak Titi saat itu juga. Perkataan Salma barusan membuat akal sehatnya kembali berfungsi seperti sedia kala.

Kuncinya ada di tangan mama Ari, Tomi, serta masa lalu mendiang papa Ari.

Bagaimana ia mengetahui itu semua? Ya, mungkin ini sudah berulang kali diutarakan, bahwa Ari dari masa depan telah menceritakan segalanya pada Titi dan Juli.

Segalanya hingga ke cabang-cabang akar terdalam.

Dan kali ini pasti ada jalan keluar untuk mengubah takdir pilu yang seharusnya bisa diubah.

Wajah Titi berubah sumringah sambil memeluk erat tubuh kecil Salma dengan bahagia. Benar kata Om Raju, walaupu masih kecil, tapi Salma punya sifat pantang menyerah yang begitu hebat. Titi saja bahkan hampir dilampau olehnya.

"Alhamdulillah!!! Makasih ya, Salma. Salma emang anak jenius! Nanti kalo ada waktu, kakak janji bakal traktir Salma eskrim sekotak besar, oke? Kakak ke depan dulu ya!" Titi buru-buru meninggalkan Salma yang tampak bingung dengan kening berkerut karena tak mengerti. Tapi ia juga senang karena akan mendapatkan eskrim sekotak besar.

Dan sekarang, Titi harus menemui mama Ari dan Tomi untuk menceritakan apa yang ada di dalam pikirannya. Ya! Inilah pilihan terakhir yang sekaligus merupakan harapan besar bagi dirinya juga orang-orang yang berada di sekitar Ari.

Intinya, Ari harus tetap hidup demi mereka semua.

-

-

-


(Bersambung....)


Previous Chapter| Next Chapter



Comments

Popular posts from this blog

7 Cerita Boyslove Wattpad Terbaik Versi Qaqa Kazu

Generation (Chapter 24/ Final)

Heartbeat (Chapter 21/ Final)