Heartbeat (Chapter 12)



"Alanda?! Kenapa kamu kesini?!" seru Harvi dari balik punggung Marik.


"Oh, Harvi, aku sedang mencarimu. Waktu aku pulang tadi, apartemenmu terkunci. Tadi pagi kau bilang kalau kau tidak ada jadwal ke kampus, jadi ku pikir kau pasti ke sini," jawab Alanda apa adanya.


Marik kembali mengernyit mendengar penjelasan Alanda barusan. Pulang ke apartemen Harvi? Tunggu dulu! Seperti ada sesuatu yang ganjal yang sedang disembunyikan Harvi darinya.


"Kenapa kau mencariku? Bukannya kau memegang kunci apartemen cadangannya? Kan sudah aku berikan padamu beberapa hari yang lalu."


Kali ini Marik benar-benar terkejut. Kepalanya menoleh cepat ke arah Harvi yang berdiri di samping kirinya. Apa maksud Harvi tadi? Apakah artinya Alanda tinggal di apartemen Harvi? Sedangkan ia tahu kalau di apartemen Harvi hanya ada satu tempat tidur. Apakah mereka tidur satu ranjang? Sesaat kemudian, Tubuh Marik seperti terasa sangat lemas. Apakah ia sudah terlambat?


"Aku memang memegang kuncinya. Tapi aku mencari dirimu."


Harvi mengangkat kedua alisnya. "Mencariku? Memangnya ada perlu apa kau mencariku?"


"Aku ingin kau menemaniku berbelanja ke department store," jawab Alanda langsung.


"Hei! Aku bukan pembantumu! Lagipula bukankah kau bisa ke sana sendirian? Kalau kau tidak ingin pergi sendirian, kau kan bisa mengajak teman kantormu yang lain, bukan?"


Marik tersenyum tipis. Sepertinya Harvi lebih suka untuk berada disini bersamanya daripada harus pergi bersama laki-laki ini.


"Aku hari ini gajian. Kalau kau mau menemaniku, aku janji akan membelikanmu apapun yang kau mau."


"Apapun?" ulang Harvi dengan mata berbinar-binar.


Alanda sedikit menciut. "Ehm... Tentu saja. Tapi jangan barang-barang yang mahal."


Harvi jadi ragu. Metanya menyipit memandang tajam ke arah Alanda. "Tumben sekali. Memangnya ada apa sih? Apa hari ini ulang tahunmu?"


"Bukan. Hari ulang tahunku masih lama sekali."


"Lalu?"


"Hari ini aku gajian. Selain itu, aku ingin menraktirmu, sebagai ucapan terimakasih atas pertolonganmu selama ini," jawabnya senang.


"Benarkah? Bagus kalau begitu! Apa aku bisa mengajak Marik untuk pergi dengan kita?" tanya Harvi yang serentak membuat perhatian mereka tertuju pada Marik yang daritadi hanya diam.


Tapi tampaknya Alanda tidak setuju. Senyumnya langsung pudar begitu saja setelah Harvi mengucapkan permintaannya barusan.


"Aku lebih baik dirumah saja," jawabnya singkat. Ia sebenarnya tidak ingin membiarkan mereka berduaan saja. Tapi kalau dia ikut, pasti ia akan hanya akan jadi bayang-bayang mereka berdua.


"Oh, baiklah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik," balas Harvi. Alanda merangkul pundak Harvi. Mereka berdua berjalan melewati halaman rumah Marik.


Sepertinya ada yang salah dengan Alanda. Perhatian laki-laki itu kepada Harvi sungguh berlebihan. Apakah benar kalau Alanda hanya teman sekolah Harvi? Atau jangan-jangan Alanda.....


"Harvi!!" panggil Marik tiba-tiba, membuat Harvi berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya.


Marik sudah terlanjur memanggil Harvi. Ia ingin sekali menghentikan rencana Alanda.


"Ada apa? Apa ada barangku yang ketinggalan?" tanya Harvi.


Marik terdiam. Tapi kepalanya terasa sangat ramai, seperti banyak sekali suara-suara yang menyuruhnya supaya menghentikan Harvi. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia tidak punya alasan apapun untuk menghentikan Harvi. Marik membasahi bibir dengan lidahnya.


"Selamat bersenang-senang," ucap Marik pada akhirnya. Seluruh tubuhnya langsung melemas.


Harvi tampak tersenyum. Ia melihat ada yang aneh dari sikap Marik. "Tentu saja. Sampai jumpa."


Mereka berdua masuk ke dalam mobil Alanda yang berkaca gelap. Beberapa detik kemudian, mobil itu sudah berjalan pergi meninggalkan halaman rumah Marik.


Marik hanya bisa menatap mobil itu hingga tak terlihat lagi. Hingga mendadak, ia ingat kalau Harvi masih berhutang padanya. Satu permintaan Marik yang harus dikabulkan oleh Harvi. Seharusnya ia bisa menghentikan Harvi tadi.


"Dasar bodoh!! Kenapa bisa lupa?!" teriaknya marah sambil membanting pintu keras-keras.


***


Duakkk!!


"Aduh!" erang Harvi saat keningnya membentur kaca pintu mobil pas mobil itu melewati polisi tidur.


"Kamu lagi ngelamunin apa sih?" tanya Alanda sambil tetap menyetir.


"Aku tidak melamun kok. Hanya sedikit mengantuk," tukas Harvi berbohong. Ia sebenarnya memang sedang melamun.


"Tahan rasa kantukmu. Sebentar lagi kita sampai di mall."


Harvi tidak menggubris Alanda. Ia masih kepikiran dengan sikap Marik yang aneh tadi. Apa yang sebenarnya ada di benak laki-laki itu? Kenapa dia seperti tidak suka dengan Alanda?


"Alanda?" panggil Harvi.


"Hm?"


"Apa sebelum ini kau sudah mengenal Marik?" tanya Harvi hati-hati.


Alanda menoleh pada Harvi beberapa detik. "Maksudmu?"


"Apakah kau dulu pernah mengenal Marik?"


Alanda tersenyum santai. "Tentu saja belum. Aku pertama mengenal Marik ya waktu itu, pas pagi harinya setelah kau menemukanku di jalanan. Memangnya ada masalah apa? Kenapa kau bertanya seperti itu?"


Harvi meringis sambil menggeleng. "Ehm.. Tidak ada apa-apa kok. Lupakan saja."


Alanda mengernyit. Merasa kalau Harvi menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi ia lebih memilih untuk mengikuti kata-kata Harvi umtuk melupakan percakapan barusan. Toh ia juga merasa agak risih kalau Harvi menyebut-nyebut nama orang lain ketika ia berdua bersama Harvi.


Harvi kembali merenung. Perasaannya jadi tidak enak. Sepertinya ia harus mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dari Marik langsung.


Beberapa saat kemudian, Alanda menghentikan mobilnya. Harvi tampak tersadar dan melihat sekeliling.


Tunggu dulu! Kenapa ia sekarang berada di kawasan perumahan elit? Pantas saja tadi mereka melewati jalan yang ada polisi tidurnya. Di perkotaan jarang sekali ada polisi tidur. Mungkin karena kebanyakan melamun tadi membuat Harvi tidak fokus dengan jalan yang mereka lewati.


"Kita ada dimana ini? Bukankah tadi kau bilang mau mengajakku ke mall? Kenapa malah kesini?"


"Ini rumahku. Aku mau mengambil beberapa barang yang mungkin aku butuhkan untuk aku bawa ke apartemenmu. Tidak lama kok," jawab Alanda. "Kau tidak mau turun dulu?"


Harvi jadi bingung sendiri. Alanda punya rumah yang sangat bagus. Kenapa ia tidak ingin tinggal dirumahnya sendiri? Otaknya seperti berjubel banyak hal. "Sebenarnya sampai kapan kau mau tinggal di apartemenku?"


Alanda tampak terdiam sambil menatap Harvi lekat-lekat. "Kan sudah ku bilang dulu waktu aku ke apartemenmu. Sampai masalahku selesai." Alanda lamgsung turun tanpa berkata-kata lagi.


Harvi menmberengut dan mengikuti Alanda masuk ke dalam rumah. Begitu di dalam, rumah Alanda tampak luas sekali. Dekorasi interiornya juga tampak elegan. Walaupun sedikit sekali barang-barang yang dipajang di dinding, tapi tetap tampak nyaman.


"Kau duduk dulu disini," suruh Alanda begitu tiba di ruang tamu. "Mau minum apa? Nanti biar aku minta Bi Lastri buatkan untukmu."


Harvi duduk di sofa empuk itu. "Tidak perlu. Kan tadi kau bilang tidak akan lama. Lebih baik kau cepat-cepat."


"Baiklah kalau begitu. Bi?! Bi Lastri?!" panggil Alanda. Tak lama kemudian, muncul seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana dengan sebuah lap yang tersampir di pundak kanannya. Tubuhnya sedikit gemuk, tapi wajahnya tampak ramah sekali.


"Iya, Tuan?"


"Bagaimana keadaan rumah waktu aku pergi?" tanya Alanda.


"Baik-baik saja Tuan. Semuanya beres. Tidak ada masalah."


Alanda tampak mengangguk pelan. "Hm.. Pak Gusman?"


"Dia sedang menyiram halaman belakang."


Alanda mengannguk lagi. Harvi memutar bola matanya dan memilih untuk membuang muka. Pasti Alanda hanya ingin pamer padanya.


"Apakah ada kabar dari Dezia?"


Harvi memandang Alanda. Dezia? Apakah itu nama kekasih Alanda yang katanya selingkuh itu?


"Non Dezia kemarin sore datang mencarib Anda, tapi Bibi bilang kalau Tuan sedang liburan ke luar kota," jawab Bi Lastri dengan hati-hati.


Alanda menoleh pada Harvi sejenak lalu kembali pada Bi Lastri. "Ya sudah kalau begitu. Bi, ini Harvi, temanku. Tolong buatkan dia susu hangat."


Tunggu dulu! Kenapa susu hangat? Memangnya dia anak TK? Harvi langsung berdiri ingin menyela.


"Baiklah, Tuan."


Mereka berdua langsung berjalan tanpa menghiraukan Harvi. Namun Harvi bisa melihat Alanda yang menutup mulut sambil menahan tawa.


Sial! Awas saja nanti!


(Bersambung...)


Previous Chapter | Next Chapter


Comments

Popular posts from this blog

7 Cerita Boyslove Wattpad Terbaik Versi Qaqa Kazu

Generation (Chapter 24/ Final)

Heartbeat (Chapter 21/ Final)