Heartbeat (Chapter 13)



"Aku bingung sama kamu!" ujar Alanda begitu mereka pulang dari Mall.


"Bingung kenapa?"


"Di antar semua barang-barang di mall tadi, kamu hanya ingin aku membelikanmu kaos couple?"


Harvi melirik kantong belanjaan yang ada di pangkuannya. "Memangnya kenapa sih? Ini bukan kaos couple. Ini hanya dua buah kaos lukis yang motifnya sama. Kamu sih tadi tidak ikut aku melihat cara pembuatannya. Dan by the way, tadi sebelum berangkat kamu kan bilang kalau aku tidak boleh minta yang mahal-mahal. Ya sudah aku beli kaos couple saja. Nanti tolong turunkan aku di rumah Marik saja. Kau bisa pulang duluan."


"Ke rumah Marik? Untuk apa?"


"Untuk memberikan salah satu kaos ini padanya." jawab Harvi langsung. Alanda menoleh menatap Harvi yang sedang membuka dan melihat barang belanjaannya. Ia merasa sangat kecewa sekali. Padahal ia sempat berpikir kalau Harvi akan memberikan salah satu kaos itu padanya. Tapi ternyata dugaannya salah. Ia tidak bicara lagi. Ia melajukan mobilnya secepat mungkin.


Beberapa menit kemudian, mereka sudah tiba di depam halaman rumah Marik.


"Kau tidak ingin mampir dulu?" tanya Harvi sebelum turun dari mobil.


"Tidak. Aku lelah. Aku akan pulang dulu dan istirahat," jawab Alanda tanpa menatap Harvi.


"Baiklah," Harvi turun dari mobil Alanda.


Alanda hanya menoleh pada Harvi sejenak lalu langsung menginjak gas dan melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah Harvi.


Di jalan, Alanda merasa sangat kesal. Ia tidak habis pikir. Padahal tujuannya ke mall tadi hanya untuk Harvi. Bahkan ia rela untuk pulang lebih awal dan meninggalkan beberapa pekerjaannya di kantor. Tapi kenapa Harvi malah lebih mementingkan Marik.


Alanda menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak! Apa yang sedang ia pikirkan? Apa ia sedang cemburu? Tidak mungkin! Ia tidak mungkin menyukai Harvi! Ia laki-laki normal! Ia masih memyukai perempuan!


Alanda jadi merasa benci pada dirinya sendiri. Kenapa ia bisa memiliki perasaan pada laki-laki. Padahal sebelumnya ia tidak pernah pernah begini. Ini benar-benar gila!


Anak itu benar-benar sudah membuatnya gila!


***


Harvi berjalan menuju pintu rumah Harvi sambil memikirkan sikap Alanda barusan.


Kenapa Marik dan Alanda jadi seperti itu? Mereka berdua bertingkah aneh sekali hari ini. Cepat sekali mengubah-ubah mood. Apakah ia sudah mengatakan hal yang salah? Sepertinya tidak ada.


Sesampainya di depan rumah, Harvi sedikit kaget melihat ada beberapa motor yang berjejer. Motor-motor tersebut tampak sudah dimodifikasi dan diubah bentuk dan warnanya pada semu bagian. Apakah Marik sedang ada tamu?


Tok! Tok! Tok!


Harvi mengetuk pintu rumah Marik sambil melihat jam tangannya. Sudah agak sore sekarang. Jam setegah empat lebih lebih lima menit.


Masih belum ada jawaban dari dalam. Harvi mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras. Tapi tetap tidak ada jawaban.


Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka. Namun bukan Marik yang membukanya. Melainkan seorang laki-laki remaja memakai singlet hitam bermotif band metal, memakai tindikan di kedua telinganya, serta celana jeans biru cerah yang bagian lututnya bolong. Persis seperti dandanan Marik. Dari wajahnya, tampaknya Harvi pernah bertemu dengannya di suatu tempat. Tapi ia lupa dimana. Dan memdadak, hidungnya mencium bau alkohol yang menyengat dari tubuh laki-laki di depannya itu. Firasatnya jadi tidak enak. Benar-benar tidak enak.


"Dimana Marik?" tanya Harvi sambil menutup hidung. Ia tidak tahan dengan bau alkohol.


"Kau temannya Marik yang datang ke balapan waktu itu kan?" tanya laki-laki itu. Harvi langsung ingat. Laki-laki itu adalah teman sepermainan Marik. Namanya Houvan. Ia berkenalan dengan Houvan ketika dulu Marik mengajaknya ke tempat balapan liar malam-malam.


Bukankah Marik berkata kalau ia sudah tidak berhubungan lagi dengan anak-anak dari balapan liar itu? Tapi kenapa sekarang...... Atau jangan-jangan Marik sedang mabuk-mabukan dengam mereka di dalam? Bukankah dulu ia sudah berjanji pada Harvi kalau ia akan menjauhi alkohol? Anak-anak dari balapan liar itu akan berpengaruh buruk pada Marik. Bukan hanya tentang alkohol, tapi bisa mejurus pada hal yang lebih buruk. Narkoba.


"Iya, benar. Sekarang dimana Marik?" tanya Harvi sekali lagi sedikit lebih keras.


"Dia ada di dalam."


Tanpa menunggu lagi, Harvi langsung menerobos masuk melewati lengan Houvan. Pikirannya kacau. Setibanya di ruang tamu, Harvi benar-benar terkejut tatkala melihat anak-anak berpakaian berandal sedang menikmati minuman keras dengan santainya. Termasuk Marik. Dan ia lebih kaget lagi ketika melihat Marik tengah menghisap rokok yang aromanya tercium sangat aneh.


Harvi mengenal bau ini. Ini aroma daun ganja. Segera ia berjalan ke arah Marik dengan cepat, merenggut rokok itu dari tangan Marik dan diinjak-injak.


Marik hanya menatap Harvi dengan tatapan biasa. Teman-teman Marik yang lain tampak tidak peduli. Termasuk Houvan yang baru saja kembali bergabung bersama mereka.


"Hentikan! Hentikan semua ini, Marik! Suruh pergi semua teman-temanmu!" teriak Harvi.


Marik berdiri mendekati Harvi. Tubuh Marik juga sudah tercium bau alkohol yang menyengat sekali. Tapi kali ini Harvi tidak berusaha untuk menutupi hidungnya.


"Kau sudah pulang? Bagaimana jalan-jalanmu dengan Alanda? Menyenangkan?" tanya Marik tampak sedikit sinis.


"Kenapa kau minum-minum lagi? Kenapa kau begini lagi? Bukankah dulu kau sudah bilang mau berhenti?!"


Marik tersenyum sambil menunduk lalu menatap Harvi tajam. "Aku sudah membohongimu selama ini," jawab Marik santai.


Harvi terbelalak. "Apa kau bilang?!"


"Ya. Aku sudah membohongimu selama ini. Aku masih sering kumpul bersama teman-temanku dan berpesta seperti ini tanpa sepengetahuanmu."


Kali ini Harvi merasa kecewa berat mendengar kalimat Marik barusan. Ia benci, ia marah, ia benar-benar tidak tahu harus apa. Marik membohonginya selama ini? Jadi selama itu Marik masih belum berhenti dari kebiasaan buruknya ini?


Dengan perasaan kesal yang sangat besar, Harvi melayangkan kantong belanjaannya ke kepala Marik sekuat yang ia bisa. Sangat keras hingga kantong itu terlempar ke samping televisi. Matanya memerah.


Semua temannya yang sebelumnya tampak tidak peduli sekarang terperangah melihat adegan barusan.


"Jangan pernah hubungi aku lagi," ujar Harvi dalam bisikan yang menggebu-gebu lalu segera melesat keluar dari rumah Marik. Sesaat kemudian, muncul rasa sesal di hati Marik. Kedua tangannya mengepal. Kenapa? Kenapa ia bisa menjadi seperti ini? Padahal kenyataannya memang selama ini ia sudah berhasil berhenti dari kebiasaan buruknya ini. Berkat Harvi. Kenapa bisa-bisanya ia berkata kalau ia membohongi Harvi selama ini? Ia sudah membuat kesalahan yang sangat besar.


"Harvi! Tunggu!" teriak Marik berusaha mengejar Harvi. Tapi begitu sampai di pintu depan, ternyata Harvi sudah tidak tampak lagi. Dengan kesal, ia membanting pintu rumahnya.


Marik berjalan gontai menuju ruang tamu. Bodoh! Ia benar-benar sangat bodoh! Ia sudah membuat orang yang ia sayangi sakit hati.


Setibanya di ruang tamu, Marik duduk dengan lesu.


"Tidak usah dipikirkan, Bro. Sekarang kita saatnya kita senang-senang!" ucap Houvan diikuti seruan teman-temannya yang lain.


"Sebaiknya kalian pulang sekarang," ujar Marik tiba-tiba.


"Kenapa? Minumannya masih banyak nih! Kau kan baru minum sedikit!" teriak Houvan yang tampaknya sudah sedikit teler.


"Tidak apa-apa. Ambillah semua minuman itu. Sekarang pulanglah kalian sekarang."


Houvan dan teman-temannya yang lain tampak saling berpandangan. "Baiklah kalau itu maumu. Lumayan kita dapat minuman gratis. Kawan-kawan, kita pulang sekarang!"


Marik tetap diam sambil menunduk penuh penyesalan hingga semua teman-temannya pergi bersama motor-motor mereka. Sunyi sekali. Yang terdengar hanya suara detak jantungnya yang berdegup cepat.


Tanpa sengaja, ia melirik kantong berwarna cokelat di samping televisi. Bukankah itu kantong belanjaan Harvi?


Ia beranjak mendekat dan memungutnya, mencoba memeriksa isi kantong itu. Ia terbelalak. Dua buah kaos lukis. Dengan motif yang sama. Namun ada yang membuatnya berbeda. Yang satu ada tulisan besar nama MARIK, yang satu lagi HARVI.


Marik menghembuskan napas dengan berat. Harvi benar-benar sangat perhatian padanya. Bagaimana bisa ia membalas kebaikan Harvi dengan sekejam ini?


Seperti mendapat suatu dorongan, Marik berlari ke kamarnya untuk mengambil helm dan kunci motor lalu berlari ke luar rumah menuju motornya.


(Bersambung...)


Previous Chapter | Next Chapter


Comments

Popular posts from this blog

7 Cerita Boyslove Wattpad Terbaik Versi Qaqa Kazu

Generation (Chapter 24/ Final)

Heartbeat (Chapter 21/ Final)