Secondary (Chapter 03)
Sesampainya di rumah, Tenggara langsung duduk di ruang tamu sambil mendesah. Dengan sabar, ia membuka bungkusan kardus yang isinya adalah GS atau GameStarter.
Setelah dibuka, ternyata bentuknya memang sama persis dengan yang ada di gambar banner tadi. Bentuknya seperti kaca mata, tapi melengkung melingkar hingga ke bagian belakang, dan tidak ada kaca lensanya. Seperti sebuah bando besi yang berukuran tebal, hanya ada tombol power di bagian samping kanan. Di sebelah tombol power ada lagi tombol kecil bertuliskan "LOG". Di bagian dalamnya ada seperti ada bagian sensor-sensor yang berpola sedemikian rupa. Selain itu juga ada benda seperti sebuah head-phone yang menyambung pada GS lewat sebuah kabel kecil.
"Apa itu?" tanya seseorang secara tiba-tiba dari belakang Tenggara yang membuatnya luar biasa kaget. Ternyata itu kakaknya perempuannya, Delmora Suwandra. Wanita bertubuh langsing, tapi tingginya tak lebih dari tinggi badan adik laki-lakinya, dengan rambut di gulung dan ditusuk dengan konde. Delmora baru saja sarjana setahun yang lalu, dan sekarang sudah bekerja menjadi anggota staf marketing sebuah perusahaan makanan ringan.
"Aduh, Kak! Tidak ada pekerjaan lain ya selain mengganggu orang lain?!" omel Tenggara yang membuat Delmora terkekeh. Tenggara kembali duduk dan mengambil buku panduan dari dalam kardus tanpa memedulikan kakaknya yang sekarang sudah duduk di sampingnya.
"Kau beli GS?" tanya Delmora sambil memegang GS milik Tenggara. Tenggara pun langsung mengambilnya dari tangan kakaknya secepat kilat. Bagaimana kakaknya bisa tahu-menahu soal GS?
"Kakak sendiri kenapa sudah pulang jam segini?" tanya Tenggara mengalihkan perhatian.
"Hari ini aku libur kerja. Bukannya kau sudah tahu kalau kakakmu ini libur pada hari Sabtu?! Kau sendiri kenapa jam segini baru pulang sekolah? Atau jangan-jangan kamu bolos sekolah hanya untuk beli konsol GS?!" tuduh Delmora.
"Enak saja! Hari ini ada rapat dewan guru. Jadi semua siswa dipulangkan lebih awal."
"Alasan yang masuk akal. Untung ayah dan ibu lagi bulan madu ke Jepang dan tidak mau diganggu oleh siapapun. Jadi kau bisa aman untuk sementara waktu," ujar Delmora.
"Terserah lah kalau kakak tidak mau percaya kata-kataku. Yang penting aku sudah berkata jujur. Dan mengenai ayah dan ibu, bukankah mereka akan segera pulang beberapa hari lagi?"
Belum sempat Delmora membuka suara lagi, bel pintu rumah berbunyi. Delmora bertepuk satu kali dengan riang, berlari membuka pintu lalu menutupnya dari luar. Dan beberapa detik kemudian, Delmora kembali masuk ke dalam rumah sambil menenteng kardus yang mirip dengan kadus Tenggara. Juga dengan logo GS di permukaan kardusnya.
"Kakak juga membeli GS?" tanya Tenggara yang tampak melongo. Kakaknya itu bukan orang yang begitu paham dengan dunia game, sama seperti dirinya.
"Semua orang di kantor membicarakan tentang konsol GS ini. Jadi kakak penasaran dan membelinya satu, lewat toko online. Padahal kakak belinya tadi pagi, tapi cepat sekali tibanya. Lumayan dapat potongan harga 45% kalau beli lewat toko online," ujarnya sambil duduk di samping kanan Tenggara.
"Eh! Akan ku buka di kamar saja. Sampai jumpa nanti," kata Delmora cepat-cepat sambil beranjak dari sofa menuju kamarnya.
Tenggara hanya menggeleng sambil melihat kakaknya yang berlari lincah menaikki tangga menuju lantai dua. Tanpa menghiraukannya lagi, Tenggara mulai membaca buku panduan itu. Betapa ia bingung ketika semua halamannya hanya berisi tulisan yang sama: "Buku Panduan ada di dalam game 'Secondary'. Begitu Anda memulai game, maka Anda akan mendapatkan buku panduan tersebut. Baringkan tubuh Anda, pasang GameStarter di kepala Anda, kemudian tekan tombol power dan LOG secara bersamaan untuk mulai game 'Secondary'."
Dengan kesal, Tenggara melempar buku itu ke sembarang arah dan segera berlari ke kamarnya sambil membawa GS miliknya. Buang-buang waktu saja ia membaca buku itu.
Setibanya di kamar, ia langsung berbaring dan memasang GS seperti memakai kacamata dan menekan tombol power serta tombol LOG secara bersamaan.
Terdengar suara 'klik' yang sedikit nyaring. Sesuatu seperti menekan pelipisnya di beberapa titik. Tubuhnya terasa semakin lemas dan semakin lunglai tak bisa bergerak sama sekali.
Hingga akhirnya terdengar bunyi 'splaasshh' yang membuat Tenggara tersadar kalau sekarang ia berada di sebuah tempat aneh.
Dengan lantai dan langit-langit bermotif kotak-kotak seperti bidak catur besar tanpa ujung.
"Ini mimpi atau bukan sih?" tanya Tenggara lebih kepada dirinya sendiri. Ia mencubit pipinya dengan keras sekali.
"Aw!! Sakit!!" teriaknya.
Tiba-tiba muncul seorang wanita memakai pakaian seperti robot, yang duduk di dalam sebuah tempat seperti telur besar melayang yang dilapisi dengan banyak kabel dan besi.
"Selamat datang di game Secondary. Saya adalah Arimi Sayukino, GameMaster. Saya akan memandu Anda dalam melakukan pendaftaran game Secondary. Secondary adalah 'virtual reality game', dimana para pemain akan merasakan sensasi kenyataan sebesar sembilan puluh lima persen. Mohon tunggu sebentar. Saya akan men-scan dan mengambil data diri Anda," katanya. Lalu sebuah sinar muncul dari atas kepala Tenggara dengan bunyi mendengung yang sangat mengganggu.
Tenggara sekarang mengerti. Ia sudah masuk ke dalam game itu. Tapi ia melihat kalau setiap kata yang keluar dari bibir wanita itu tidar sama dengan gerakan bibirnya.
Mungkin ada sejenis program auto-translasi secara verbal di game ini. Dan mungkin karena launching secara resmi di Indonesia, maka secara otomatis bahasanya pastinya diubah ke Bahasa Indonesia. Entah itu wanita atau robot, tapi sepertinya ia tahu segalanya tentang game ini.
"Ehm.. Maaf, tapi aku belum mengerti bagaimana cara bermain Secondary," ujar Tenggara jujur.
"Anda akan mendapatkan buku panduannya nanti kalau sudah masuk ke dunia Secondary. Sekarang yang harus Anda lakukan adalah mendaftarkan diri dan membuat satu karakter. Karakter yang sudah Anda buat nanti tidak akan bisa dirubah lagi secara fisik. Jadi tentukan karakter Anda dengan teliti. Pertama-tama, silahkan pilih ras yang kau inginkan," ucapnya lalu di sekitar Tenggara langsung bermunculan siluet-siluet putih yang berbentuk seperti tubuh. Beberapa detik kemudian siluet-siluet tersebut mulai terlihat semakin jelas. Ada berbagai macam ras dengan bentuk-bentuk yang luar biasa.
Tenggara tidak tahu harus memilih ras yang mana. Sebelum ia sempat mengajukan pertanyaan, si GameMaster buru-buru menjelaskan lagi.
"Ras yang dapat Anda pilih adalah HUMAN, ELF, DEMON, MIDGET, ANGEL, BEAST, dan SPIRIT. Untuk ras BEAST atau ras binatang dibagi menjadi dua kategori, yaitu PURE-BEAST atau ras binatang murni, dan BESTIAL atau manusia setengah binatang. Untuk ras SPIRIT di khususkan untuk ras tumbuhan saja," ujarnya.
Tenggara menggaruk-garuk kepalanya. Pembagian ras yang sangat rumit sekali. Apalagi ia tidak mengerti tentang game ini sama sekali. Sebenarnya dulu waktu kecil Tenggara pernah sekali dua kali bermain game sejenis RPG. Mungkin Secondary mirip dengan RPG.
"Apakah aku dapat melihat contoh wujudku dalam ras manusia, elf dan demon?"
"Tentu saja. Mohon tunggu sebentar," ujar si GameMaster diikuti dengan hilangnya contoh-contoh ras yang tadi mengelilingi Tenggara.
Beberapa saat kemudian terdengar lagi suara mendengung sebanyak tiga kali disertai kemunculan tiga wujud putih dari bawah cahaya. Wujud putih itu semakin tampak jelas.
Dan sekarang sudah berdiri tiga contoh wujud Tenggara dalam ras manusia, elf dan demon, dengan pakaian yang hampir sama. Dalam ras manusia, Tenggara seperti melihat cermin. Dalam ras elf, Tenggara tampak lebih tampan, dengan rambut putih pendek dan telinga yang meruncing. Sedangkan dalam ras demon, wujud Tenggara tampak lebih sangar, dengan dominasi warna merah di sekujur tubuh serta bola matanya. Wajahnya juga terlihat lebih menyeramkan, dengan sepasang tanduk besar. Namun yang membuatnya menarik adalah sepasang sayap besar yang ada dipunggung. Ia ingin jadi elf, tapi ia juga ingin memiliki sayap.
"Apakah ras-ras itu bisa dikombinasi?" tanya Tenggara.
"Mohon maaf, ras tidak bisa dikombinasikan satu sama lain," jawab si GameMaster.
Ya sudahlah, sepertinya Tenggara tidak punya pilihan lain. "Aku ingin menjadi elf dengan rambut panjang dikuncir ke belakang."
"Baiklah. Mohon tunggu sebentar," ujarnya diikuti hilangnya ketiga contoh wujud tersebut. Tak berselang lama muncul lagi sesosok siluet putih yang semakin lama semakin jelas.
Dan.....
Astaga! Dirinya tampak begitu tampan dengan penampilan seperti itu. Dengan pakaian yang keren layaknya seorang petualang di dunia game. Atau memang ia tidak sadar kalau selama ini ia memiliki wajah setampan itu? Kalau ditambahkan sepasang sayap, pasti lebih mengagumkan lagi.
"Hm.. Apakah aku bisa menambahkan sayap pada karakterku?" pinta Tenggara sedikit berharap.
"Mohon maaf. Sayap hanya bisa dimiliki oleh ras demon. Tapi untuk sekedar informasi saja, berdasarkan data yang kami dapat setelah men-scan diri Anda tadi, karakter Anda termasuk dalam karakter yang mudah untuk berkembang dan naik level. Semuanya sudah terpilih secara otomatis berdasarkan data diri Anda yang tadi sudah kami simpan."
"Baiklah kalau begitu. Aku ingin jadi seperti itu saja. Tidak kurang dan tidak lebih."
"Oke. Karakter di-input. Silahkan tentukan nama Anda," ujar si GM (GameMaster).
"Hm.. Aku ingin menamakan diriku "White" saja. Apakah bisa?"
"Mohon tunggu sebentar. Saya akan memeriksanya dahulu."
Tenggara menghembuskan napas dengan tenang. Proses registrasi yang membingungkan.
"Baiklah. Nama sudah di-input. Anda akan dilahirkan di Benua Selatan."
"Bagaimana dengan job-ku?"
"Anda boleh memilih job begitu level Anda sudah mencapai level sepuluh," balas si GM.
"Baiklah, aku sudah mengerti."
"Bagus. Anda akan mulai bermain dalam waktu tiga detik," ujar si GM.
Mendadak, wujud elf yang tadi ada di depan Tenggara seperti menyatu dengan tubuhnya. Ia merasa sekujur tubuhnya merinding dan menghangat.
"Tiga......."
Tubuhnya kembali melemas seperti ketika tadi ia memasang konsol GameStarter.
"Dua............"
Pandangannya mulai nanar dan mengabur secara tiba-tiba. Kedua kakinya seperti lumpuh tak bertenaga dan membuatnya jatuh tergolek lemas.
"Satu................."
(Bersambung...)
Previous Chapter| Next Chapter
Comments
Post a Comment
Komen yuk, say