Secondary (Chapter 07)
Hujan rintik-rintik mulai turun malam ini. Semakin lama semakin deras dan berangin kencang.
Sepertinya langit sedang sangat sendu. Mungkin jika ini siang hari, akan terlihat awan mendung hitam yang melandai-landai di atas kota hingga menjatuhkan milyaran atau bahkan trilyunan tetes air hujan yang takkan pernah diketahui jumlah pastinya oleh siapapun.
Beberapa saat kemudian, tampak cahaya silau putih sekejap yang menyinari seluruh penjuru kota. Diikuti suara guntur yang memekakan telinga.
Tenggara langsung terbangun karena suara guntur yang keras itu. Melihat jendela kamar yang masih terbuka lebar, ia segera turun dari tempat tidur dan menutup jendelanya. Sekarang suara hujan dari luar rumah sedikit teredam.
"Jam berapa sekarang?" tanyanya pada diri sendiri sambil mengucek-ngucek kedua matanya lalu melirik jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Masih belum pagi.
Tapi kenapa ia harus memikirkan esok pagi? Bukankah besok hari Minggu? Mengingat hal itu membuat hatinya merasa lebih tenang. Hari Minggu bagaikan surga yang memang dikhususkan oleh dewa kepada para pelajar.
Tenggara kembali naik ke atas tempat tidurnya. Tanpa sengaja, ia memandang konsol GS yang ada di atas meja. Konsol itu tergeletak disana sejak terakhir kali ia memainkannya siang tadi.
Namun Tenggara memilih untuk tidur saja. Ia membaringkan tubuhnya membelakangi konsol GS itu. Lagipula kalau ia kembali ke dunia Secondary, pasti nanti ia berada dalam keadaan kesakitan yang luar biasa karena tadi senjata shuriken yang menancap di pungggungnya belum ia lepas dan HP-nya hanya tersisa 4.
Tapi ia masih penasaran dengan game itu. Mengingat dirinya masih belum memiliki job dan menyandang status 'beginner'. Padahal mungkin kalau tadi ia tidak bertemu Delmora, pasti sekarang ia sudah bisa memiliki job sebagai magician.
Mendadak, kalimat-kalimat dari lubuk hatinya seperti mengiang-ngiang di sekitar kepalanya seperti suara gema pidato kepala sekolah di ruang aula. Tenggara menutup kepalanya dengan bantal, berusaha mengusir suara-suara yang mendesaknya untuk main game lagi. Tapi percuma. Semakin lama, kepalanya malah semakin pusing.
"Baiklah! Baik! Aku akan main game itu lagi!" omelnya mengakhiri pergulatan batin yang baru saja ia alami.
Dengan cekatan dan tanpa banyak berpikir panjang, Tenggara segera memasang konsol GS itu dikepalanya kemudian berbaring terlentang. Ia mengambil napas panjang, berusaha meredakan detak jantungnya yang tak karuan, mempersiapkan diri untuk kembali merasakan rasa sakit yang nanti pasti akan terasa ketika ia tiba di dalam game.
Jarinya sedikit bergetar ketika ia menekan tombol power dan LOG secara bersamaan. Terdengar suara 'klik' yang cukup nyaring, menyusul sesuatu seperti lidi yang menekan pelipisnya, dibeberapa titik. Sesaat kemudian, tubuhnya terasa lemas dan berat. Semakin lemas dan semakin tidak berdaya, hingga pada akhirnya terdengar bunyi 'splaaassshh' yang keras bersamaan dengan pandangannya yang menghitam seketika.
Begitu ia membuka mata, ia langsung merasakan rasa sakit di punggungnya seperti tadi siang. Tubuhnya tersungkur di atas tanah. Ia melirik ke belakang punggungnya dan ingin segera melepas senjata shuriken yang menancap cukup dalam.
"Aw!!!" erangnya sambil berusaha menahan rasa pedih yang tak terhingga saat mulai memegang senjata shuriken itu.
"Aaarrgghhh!!" teriak White, alias Tenggara dalam dunia Secondary, setelah benda itu terlepas dari tubuhnya. Segera ia mengambil dua Green Potion dari tas kecil miliknya kemudian ia teguk hingga habis.
Tubuhnya melayang sebentar dan bersinar selama beberapa menit. Rasa perih dipunggungnya lenyap tak berbekas. Ketika ia meraba-raba bekas lukanya, memang benar ternyata kalau lukanya sudah menghilang.
Lega rasanya. Ia menghembuskan napas panjang dan segera berdiri sambil membersihkan bajunya dari debu. Hingga beberapa saat kemudian ia baru ingat kalau ia berada di teras kuil magician. Semua pemain pemula dengan mayoritas pemain perempuan yang tak lain calon para magician yang berbaris antre di sana tampak memandang ke arahnya dengan terkagum-kagum.
White hanya bisa tersenyum meringis sambil mengekor di salah satu barisan antrian sambil menggaruk-garuk kepalanya. Setelah itu, beberapa dari mereka mulai berbisik-bisik dengan volume yang masih bisa didengar oleh White.
"Dia benar-benar kuat!"
"Orang yang cocok mengambil job warrior, tapi kenapa ia malah ingin menjadi magician?"
"Orang itu sungguh hebat, juga sangat tampan!"
White menunduk. Ia benar-benar malu menjadi pusat perhatian publik seperti ini.
Setelah sekitar lima belas menit mengantre, akhirnya ia pun masuk ke dalam kuil. Kuil itu benar-benar cantik, dengan dekorasi interior klasik, ukiran dan pahatan meliuk-liuk yang indah pada beberapa dindingnya.
Ia berjalan lurus, terus ke bagian belakang hingga mentok pada sebuah pintu yang merefleksikan cahaya kuning blur dari dalam ruangan.
"Masuk!" perintah sebuah suara wanita dari dalam secara tiba-tiba, yang membuat White sedikit terlonjak dari tempatnya berdiri.
Ia membuka pintu itu dengan sedikit gugup. Di dalam ruangan itu, tampak seorang wanita paruh baya berpakaian seperti dewi, tubuhnya melayang-layang di udara. Namun pakaiannya agak sedikit minimalis, hingga membuat beberapa bagian tubuhnya terlihat.
"Duduk!" serunya dengan volume keras.
White langsung mengikuti apa yang diperintahkannya. Ia duduk bersila di depan wanita itu. Tak lama, wanita tersebut mengangkat kedua tangan dan mengarahkannya padanya.
Pada saat itu juga, muncul secercah cahaya kekuningan di atas kepala White. Tubuhnya terasa sangat hangat. Seperti ada bara api yang mengelilingi tubuhnya.
Kemudian, tubuhnya terangkat dan melayang beberapa senti ke atas. Tubuhnya bersinar silau, membuatnya memejamkan mata.
Hanya sebentar saja, sekitar dua sampai tiga menit kemudian cahaya itu berhenti, dan wanita itu menarik kedua tangannya kembali. Tubuh White kembali turun dalam keadaan berdiri. Ia membuka matanya dan melihat pakaiannya yang sudah berubah.
Kostumnya sekarang di dominasi oleh warna putih, sangat 'matching' sekali dengan warna rambutnya. Apalagi jubah putih panjang hingga melebihi panjang kakinya. yang terbuat dari kain beludru dengan bagian kerah yang memiliki banyak bulu. Dan satu lagi yang baru ia sadari adalah sebuah tongkat berukuran 50 sentimeter, juga berwarna putih.
"Selamat. Kamu sudah berhasil mengubah job-mu menjadi magician sekarang. Sekarang keluarlah. Masih banyak lainnya yang masih menunggu giliran."
White tersenyum lebar. Ia sangat senang karena job-nya sudah diganti. Ia berjalan ke arah pintu keluar yang letaknya di samping kiri kuil itu dengan bagian bawah jubah yang tampak sedikit mengekor di belakang.
Di sana sudah berkumpul beberapa magician baru lainnya yang sedang melatih special skill baru mereka. Namun ternyata kostum mereka semua berbeda sekali dengan kostum miliki White. Pakaian mereka semua sama, terlihat lebih klasik dengan suasana cokelat gelap, jubah cokelat beludru yang hanya sepanjang lutut.
Mereka semua bahkan memiliki tongkat yang lebih panjang, mungkin jika ditegakkan, tingginya bisa sebahu. Dan yang paling menyebalkan adalah mereka memandang White dengan pandangan aneh.
Para magician baru itu sudah memiliki special skill yang bisa digunakan. Dalam buku panduan, biasanya seorang magician pemula akan memiliki satu special skill baru level rendah. Kira-kira special skill apa yang sekarang dimiliki White?
"Status!" serunya dibarengi munculnya hologram virtual mengenai status profilnya.
WHITE (ELF)
LEVEL 10
JOB: U. MAGICIAN
SPECIAL SKILL:
Lv 1. UNIDENTIFIED
Lv 2. UNIDENTIFIED
Lv 3. UNIDENTIFIED
Lv 4. UNIDENTIFIED
Lv 5. UNIDENTIFIED
GILL: 2250
EXP: 570
HP: 174/174
MP: 150/150
ATK: 42
PDF: 50
MAG: 78
MDF: 64
AGI: 48
TECH: 48
ACC: 67
EVA: 49
LUCK: 115
"Apa-apaan ini?! Kenapa magic skill-ku tidak terdeteksi?! Bagaimana bisa aku menggunakan sihirku kalau begini caranya?!" omelnya pada diri sendiri sambil membuka buku panduannya lagi berusaha mencari jawaban atas masalah ini. Ia membaca buku itu berulang-ulang. Tapi tetap saja tidak ketemu. Apalagi mengenai huruf 'U' yang terletak begitu saja di depan nama job-nya.
Hanya sebuah tulisan di halaman paling belakang yang mengingatkannya saat ia pertama kali melakukan registrasi.
"Setiap pemain memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Temukan kemampuanmu sendiri dan jadilah nomor satu di dunia Secondary."
"Dasar payah!!" serunya sambil membuang buku panduannya ke sembarang arah, dan tak sengaja mengenai kepala salah seorang magician pemula laki-laki bertubuh dempal. Ia mengambil buku panduan White dan langsung menghampiri White dengan pandangan yang berkilat-kilat penuh amarah.
White pun hanya bisa terdiam di tempatnya. "Maaf! Maafkan aku, aku tidak sengaja melempar buku itu hingga mengenaimu."
Namun tanpa berkata-kata lagi, laki-laki itu langsung mencengkeram kerah White dan mengangkatnya ke atas hanya dengan tangan kanannya saja. Ketiga teman satu gengnya tampak mengelilingi tubuh White dan Si laki-laki itu.
"Kau benar-benar harus diberi pelajaran!" ucap laki-laki itu dengan geram. White berusaha memukul-mukul tangan laki-laki itu dari kerahnya, namun percuma saja. Ketika teman laki-laki itu langsung memegangi kedua tangan dan kaki White.
Ketika laki-laki itu hendak mengeja mantra sihirnya, tiba-tiba tubuh laki-laki itu langsung menghilang dengan suara 'buff' diikuti kabut asap putih, membuat White jatuh terjerembab di atas tanah. Laki-laki itu mati.. Ketiga teman laki-laki tadi tampak terlihat ketakutan.
(Bersambung...)
Previous Chapter| Next Chapter
Comments
Post a Comment
Komen yuk, say